Suara.com - Penutupan Bandara Internasional Juanda, Surabaya, dan Bandara Abdurahman Saleh, Malang, akibat aktivitas Gunung Raung, di Bondowoso, Jawa Timur, yang terus mengeluarkan abu vulkanik menjadi kendala dalam dunia penerbangan di Indonesia.
"Di Indonesia hidup puluhan gunung berapi yang aktif, kita harus tahu kalau posisi kita dikelilingi gunung berapi mulai dari Sumatera, Jawa, sampai Nusa Tenggara, ini adalah salah satu hal yang bisa menjadi kendala dalam penerbangan, yang harus kita hadapi," kata pengamat penerbangan Arista Atmadjati, Minggu (19/7/2015).
Untuk menghadapi hal tersebut, menurut Arista, maskapai penerbangan diharuskan memiliki manajemen risiko.
"Dampak karena gunung Lawu masih cukup lama, angin masih berubah-rubah, seperti saat ini angin bertiup ke arah barat daya sehingga menghantam daerah Surabaya," ujar dia.
Lebih lanjut, Arista mengatakan bahwa maskapai harus meng-update notam (notice to airmen) yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan.
"Maskapai harus memantau terus semua pengumuman terkait buka-tutup bandara, dan mengikuti perkembangan notam yang tiap jam selalu berubah-berubah," kata dia.
Lebih dari itu, Arista menegaskan bahwa maskapai harus tunduk terhadap kepada notam, karena jika tidak, akan membahayakan penerbangan.
Sebagai contoh, pesawat British Airways yang melakukan penerbangan Singapura - Sydney beberapa waktu lalu terpaksa landing di Jakarta dikarenakan salah satu mesin pesawat mati akibat abu vulkanik gunung Galunggung.
"Abu vulkanik bisa merusak mesin. Walaupun mesin tidak matiu tapi resiko turun mesin sangat besar, dan itu membutuhkan biaya yang sangat mahal hingga berpuluh-puluh juta," ujar Arista. (Antara)