Suara.com - PT. Pertamina (Persero) mengaku belum tentu setuju dengan rencana Pemerintah Kalimantan Timur yang meminta porsi saham dalam skema participating interest Blok Mahakam sebesar 19 persen. Pasalnya, hingga saat ini Pertamina masih menghitung bagian Pemda Kaltim dalam mengelola Blok Mahakam.
“Ya, itu kan belum kita negosiasikan. Belum tentu juga kita setuju dengan porsi yang diminta pemda tersebut,” kata Vice President Communication Pertamina Wianda Pusponegoro saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (1/7/2015).
Dalam menentukan pembagian saham dalam mengelola Blok Mahakam membutuhkan negosiasi antara Pertamina dan pihak terkait agar dapat mendapatkan manfaat.
“Kami maunya ada negosiasi secepatnya karena Pertamina harus mempersiapkan hal-hal untuk mengelola blok (Mahakam) ini. Agar kita semua benar-benar memperoleh manfaat yang baik dalam Blok Mahakam ini. Ini juga merupakan arahan dari pemerintah itu sendiri,” katanya.
Selain itu, ia juga meminta secepatnya kepada operator existing, pemerintah Kalimantan Timur serta pemerintah pusat untuk duduk bersama membicarakan porsi saham Blok yang akan habis masa kontrak tahun 2017.
"Nah 19 persen acuannya siapa? Terus dari mana dasarnya? Makannya kita tanya suratnya mana? Kita duduk sama-sama. Kita tidak akan menunda atau memperlambat, kita mau cepat," katanya.
Seperti diketahui, Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak mengaku tidak setuju hanya mendapat 10 persen persen saham dari Blok Mahakam. Salah satu permintaan pemda adalah porsi Participating Interest minimal sebesar 19 persen dalam pembagian saham Blok Mahakam.
Menanggapi permintaan Gubernur, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Migas yang akan berakhir kontrak kerjasamanya. Ia mengatakan beleid tersebut telah cukup memberikan kepastian kepada pihak-pihak terkait.
Menurutnya, kepastian tersebut menjadi penting dalam investasi.
"Negara kita sedang membangun, perlu investor. Gestur kita harus baik kepada dunia investasi, kalau tidak, nanti terjadi nasionalisme masif. Ini tidak baik," kata Sudirman.