Suara.com - Industri gula rafinasi di Indonesia diakui menopang geliat industri makanan dan minuman nasional. Untuk menjamin tidak adanya rembesan gula rafinasi ke pasar umum, Kementerian Perindustrian memantau ketat produksi gula rafinasi yang dikhususkan untuk kebutuhan industri itu.
Pemerintah mendorong produsen gula membangun kebun tebu sendiri untuk mengurangi impor raw sugar dan memperkuat kemandirian ekonomi. Pemantauan ketat itu sekaligus menjamin pemisahan pasar gula kristal putih untuk konsumsi langsung masyarakat dan gula kristal rafinasi untuk memenuhi kebutuhan industri.
"Kementerian Perindustrian menelisik produksi gula rafinasi melalui verifikasi kontrak. Sedangkan audit distribusi yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan. Kami tidak mau gula rafinasi bobol ke luar industri," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin dalam keterangan tertulisanya, Minggu (28/6/2015).
Pemerintah juga memberi apresiasi pada pabrik gula rafinasi (PGR) yang memenuhi komitmen menyalurkan produk gula kristal rafinasinya ke industri makanan dan minuman. Ada tiga perusahaan yang berbasis agro yang disambangi Saleh yaitu Sugar Labinta, Great Giant Pineapple dan Sungai Budi Group.
"Saya harus fair. Monitoring ketat harus dilakukan untuk menjamin gula rafinasi tidak merembes kemana-mana. Nah, jika ada perusahaan yang disiplin menyalurkan produknya sesuai ketentuan, hanya ke industri, ya harus diapresiasi," katanya.
Bahan baku gula rafinasi berupa raw sugar didapatkan dari impor. Untuk menguranginya, Menperin mendorong pengusaha memiliki kebun tebu sendiri. "Satu-satunya cara mengurangi impor raw sugar ya dengan memiliki kebun tebu sendiri," ujarnya.
Khusus Labinta, perusahaan ini juga gigih meningkatkan mutu produk dan efisiensinya, sehingga gula dengan spesifikasi khusus misalnya untuk formula bayi yang sebelumnya seluruhnya diimpor, secara bertahap sudah dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri.
Sebagai PGR, Labinta mengolah raw sugar menjadi gula rafinasi untuk industri minuman, susu olahan, kembang gula buah dalam kaleng, farmasi dan lain-lain. Kapasitas izin perusahaan ini dari BKPM sebesar 540.000 ton per tahun dan kapasitas melting sebesar 484.110 ton per tahun.
Gula rafinasi merupakan salah satu bahan penolong industri makanan minuman bersama bahan baku utama lainnya. "Maka, keberadaan industri gula kristal rafinasi di dalam negeri sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan industri makanan dan minuman yang terus berkemban," ujar Menperin.
Pada tahun 2014, industri makanan dan minuman memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp. 560,62 triliun (berdasarkan harga berlaku) atau memberikan kontribusi sebesar 29,95persen terhadap PDB industri pengolahan non-migas. Pada tahun yang sama, ekspor industri makanan dan minuman sebesar 5,55 Miliar dolar AS atau menyumbang 4,73persen dari ekspor hasil industri.