BI: Rupiah Sulit Menguat Jika Tak Ada Reformasi

Selasa, 23 Juni 2015 | 04:25 WIB
BI: Rupiah Sulit Menguat Jika Tak Ada Reformasi
Suasana transaksi pertukaran nilai mata uang asing terhadap rupiah di salah satu gerai Money Changer di Jakarta, Senin (11/5). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyatakan nilai tukar rupiah masih akan sulit menguat dalam waktu dekat. Ini terjadi jika tidak ada upaya untuk melakukan reformasi struktural secara konsisten dan berkesinambungan.

"Untuk itu, Indonesia harus bisa konsisten melaksanakan reformasi struktural dengan baik. Ada pengendalian inflasi dan upaya mengelola transaksi berjalan yang sehat," katanya di Jakarta, Senin (23/6/2015) malam.

Agus mengatakan kondisi rupiah saat ini sedang tertekan oleh fenomena 'super dolar'. Situasinya bisa bertambah buruk apabila tidak ada upaya dari pemerintah untuk melanjutkan reformasi terutama dalam memperbaiki kinerja neraca transaksi berjalan.

Keberlangsungan reformasi tersebut sangat penting, kata Agus. Sebab negara-negara yang saat ini mengalami depresiasi mata uang terhadap dolar AS adalah negara yang memiliki defisit transaksi berjalan buruk, laju inflasi tinggi dan fundamental ekonomi yang rentan.

"Tapi kalau negara itu melakukan reformasi dengan kuat dan bisa melakukan perbaikan transaksi berjalan dengan baik. Contohnya seperti India di mana dia bisa membangun 'confidence'. Maka mata uangnya bisa terjaga dari depresiasi yang besar," jelas Agus.

Untuk itu, upaya mengelola reformasi struktural, salah satunya dengan memperbaiki defisit transaksi berjalan harus terus dilakukan. Meskipun belum tentu tindakan itu bisa mengembalikan rupiah berada pada kisaran di bawah Rp13.000 per dolar AS.

"Kami sampaikan bahwa selama kita masih ada defisit transaksi berjalan memang cukup sulit kita bisa mempunyai kondisi rupiah yang menguat. Jadi memang kita harus pandai mengelola defisit itu dengan baik," ujar Agus.

Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam mengendalikan defisit transaksi berjalan yang diarahkan pada kisaran 2,5 persen-tiga persen terhadap PDB dalam jangka menengah. Selain itu menjaga inflasi pada sasaran empat plus minus satu persen.

Namun, Bank Indonesia mewaspadai kemungkinan tingginya impor barang modal yang dibutuhkan untuk mendorong investasi serta tingginya laju inflasi apabila "volatile food" tidak dikelola dengan baik. Kondisi tersebut yang membuat pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS rata-rata setahun pada 2016 diperkirakan pada kisaran Rp13.000-Rp13.400 atau direvisi dari asumsi sebelumnya Rp12.800-Rp13.200, meskipun ada upaya pengendalian defisit transaksi berjalan. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI