Suara.com - Disparitas harga elpiji bersubsidi dengan nonsubsidi yang sangat jauh diakui jadi sebab utama migrasi konsumen kedua jenis gas tersebut.
Karena harga elpiji nonsubsidi atau elpiji 12 kilogram cukup mahal, tak heran jika sebagian orang memilih memakai gas elpiji subsidi atau elpiji tiga kilogram.
"Saat ini, tentu saja karena harga dimana harga elpiji tiga kilogram sangat rendah dibandingkan elpiji 12 kilogram, pasti ini menimbulkan migrasi yang cukup besar," katanya saat ditemui di gedung DPR, Selasa (16/6/2015).
Berdasarkan data Pertamina, hingga saat ini migrasi dari elpiji tiga kilogram ke elpiji 12 kilogram mencapai 20 persen. Hal ini didorong kenaikan harga pada April 2015 untuk elpiji nonsubsidi sebesar Rp8 ribu per tabung menjadi Rp142 ribu per tabung dari sebelumnya Rp134 ribu per tabung.
“Ada migrasi dari 12 kilogram ke tiga kilogram kurang lebih 20 persenlah. Karena harganya beda jauh," katanya.
Untuk mengatasi hal ini, Ahmad mengusulkan kepada Kementerian Energi Sumber Daya Mineral agar mengubah tulisan yang tertera di tabung elpiji tiga kilogram dari sebelumnya 'Elpiji ini dilarang digunakan oleh restoran dan hotel' menjadi 'Elpiji ini hanya untuk orang miskin.'
"Kalau yang kaya mau pakai tabung ini ya harusnya malu. Itu juga kalau pak menteri setuju. Saya pikir ini bisa membantu mengurangi adanya migrasi dari konsumen elpiji 12 kilogram," katanya.
Sementara konsumsi elpiji 12 kilogram menurun 24 persen. Sedangkan untuk kuota elpiji setahun 7,1 juta metrik ton, dengan rincian tiga kilogram sebanyak 5,7 juta MT dan sisanya 12 kilogram.