Tidak patah arang, Ramalius terus mencoba menyempurnakan kerupuk buatannya, hasilnya dalam satu bulan ia mampu memproduksi hingga setengah ton sebulan.
"Saat itu semua masih manual, belum ada mesin, untuk bisa setengah ton sebulan saja repot," kata suami dari Yasnida.
Untuk pemasaran ia sudah punya jaringan saat itu sehingga tidak sulit menjual kerupuk yang dibungkus dalam kemasan lima kilogram yang kini dijual Rp48 ribu.
Musibah Datang
Dua tahun berjalan usaha kerupuk merah yang dirintis berkembang karena Ramalius mulai menggunakan mesin dalam produksi sehingga dapat menghasilkan dua ton per bulan.
"Semua mesin saya rancang sendiri karena belum ada pabrik yang membuat mesin khusus untuk memproduksi kerupuk merah," kata dia.
Namun, musibah datang menghampiri Ramalius karena kompor meledak tempat usahanya terbakar pada 2006 menyebabkan seluruh alat produksinya ludes.
Tidak hanya peralatan, kaki Ramalius, juga sempat disambar api sehingga mengalami luka bakar ketika itu.
"Uang habis, oven dan semua peralatan produksi juga tidak bisa dipakai," katanya.
Karena ingin terus melanjutkan usahanya yang telah menghidupinya, Ramalius mencoba mencari pinjaman modal untuk mulai kembali.