Ekonom Sebut SBY Ikut Andil Bikin Carut Marut Sektor Migas

Jum'at, 05 Juni 2015 | 19:37 WIB
Ekonom Sebut SBY Ikut Andil Bikin Carut Marut Sektor Migas
Presiden Ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato pada Sesi I Konferensi Parlemen Asia Afrika di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/4). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengamat ekonomi dan politik Ichsanuddin Noordin mengatakan tata kelola minyak dan gas di Indonesia yang sangat berbelit karena masih menganut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001. UU ini sekarang sedang direvisi.

Noorsy mengatakan UU tersebut lahir untuk menggantikan UU Migas Nomor 8 tahun 1971. UU Nomor 22 dinilai sebagai regulasi yang mengawali penentuan harga berdasar mekanisme pasar.

Menurutnya pergantian UU tersebut diubah oleh Susilo Bambang Yudhoyono ketika masih Presiden RI, Kuntoro Mangkusubroto, dan Purnomo Yusgiantoro.

“Tata kelola minyak dan gas di Indonesia itu berbelit karena lahirnya UU No 22 tahun 2001 yang direvisi oleh ketiga manusia itu. Carut marut di sektor minyak dan gas yang arena tiga manusia itu,” kata Noorsy saat ditemui dalam diskusi bertema Mendambakan UU Migas yang Konsitusional di Jakarta, Jumat (5/6/2015).

Noorsy menjelaskan SBY, Kuntoro Mangkusubroto, dan Purnomo Yusgiantoro melakukan revisi UU tersebut untuk menarik investor ke Indonesia. Jika UU tersebut tidak direvisi, investor tidak akan masuk ke dalam negeri.

“Mereka janjikan dalam rangka menarik investor, mereka janjikan dalam rangka meningkatkan industri perminyakan. Tapi dalam kenyataannya yang kita terima selama ini apa, adanya UU tersebut justru bikin produksi kita anjlok kan. Investor emang banyak yang masuk, tetapi perbaikan di sektor energi enggak ada,” katanya.

Mirisnya, lanjut Noorsy, di masa Pemerintahan Joko Widodo saat ini pun UU tersebut masih tetap dipertahankan dengan dalih harga keekonomian.padahal jika mengacu berdasarkan hasil putusan MK terhadap UU migas 22/2001 itu pada tahun 2005, ditegaskan bahwa tidak boleh diberlakukan harga pasar pada migas dan harus tunduk pada konstitusi.

“Padahal keputusan MK itu sudah jelas kalau pasar migas itu tidak boleh ditentukan oleh mekanisme pasar, tapi kenapa ini masih diterapkan oleh Jokowi? Kerasnya sikap pemerintah yang masih memberlakukan mekanisme pasar dengan dalih harga keekonomian, saya enggak tahu amanat apa yang mereka pegang. Padahal dalam sumpah mereka berpegang pada konstitusi," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI