Suara.com - Anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem Kurtubi mengkritisi kebijakan Presiden Joko Widodo menerapkan penetapan harga bahan bakar minyak bergantung pada mekanisme pasar. Pasalnya, keputusan itu dinilai bertabrakan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003 yang mencabut penetapan harga pasar.
“Seharusnya tata kelola minyak dan gas ini harus sesuai konstitusi, tapi ini justru melenceng dari amanat konstitusi,” kata Kurtubi saat ditemui dalam diskusi bertema Mendambakan UU Migas yang Konstitusional di Jakarta, Jumat (5/6/2015).
Kurtubi menilai kebijakan yang menjadikan harga BBM di dalam negeri fluktuatif semakin menambah penderitaan masyarakat. Hal tersebut sesuai aturan Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, yang telah diubah dengan Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2015, yang menetapkan harga BBM dievaluasi setiap sebulan sekali.
“Pemerintah itu tidak berpikir jauh lagi. Kalau BBM itu naik, secara otomatis harga kebutuhan bahan pokok akan ikut naik. Kalau harga BBM turun, harga bahan pokok enggak turun. Ini kan menjadi tidak simetris. Ini akan terus menimbulkan gejolak di masyarakat,” katanya.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah segera mengganti kebijakan yang tertuang dalam peraturan menteri tersebut. Hal ini agar tidak membuat masyarakat bingung.
"Kebijakan ini harus diganti, agar nggak buat bingung masyarakat, ongkos angkut, buat bingung Organda. Ganti kebijakan ini," katanya.
Karenanya, Kurtubi menegaskan menolak kebijakan menaikkan BBM yang rutin dilakukan sebulan sekali.
"Makanya kami menolak untuk harga kenaikan BBM selama sebulan sekali. Kalau mau dievaluasi, enam bulan sekali lah," kata dia.