Suara.com - Pengamat ekonomi dari lembaga Indef Enny Sri Hartati mengaku bingung ketika pemerintah dan Perum Badan Urusan Logistik setiap jelang bulan puasa dan Lebaran mengklaim pasokan beras aman.
“Kayaknya kalau jelang puasa dan lebaran ini masalah yang selalu dibicarakan selalu soal beras. Dari menteri manapun semua bilang stok persediaan aman, tapi toh pada akhirnya memasuki bulan Ramadhan harga tetap naik. Ini kan bikin masyarakat jadi ragu dan penuh ketidakpastian. Saya aja jadi bingung, yang bener yang mana," kata Enny dalam diskusi Pangan Kita di Bumbu Desa, Jakarta Pusat, Senin (1/6/2015).
Enny menjelaskan beras merupakan komoditas pangan utama di Indonesia sehingga ketika harga beras naik maka akan berimplikasi dengan harga komoditas lain.
"Beras kebutuhan yang sangat pokok. Beras mempunyai perhitungan konsumen. Bila harga beras naik Rp100 sampai Rp200 saja bisa berimplikasi dengan harga komoditas lain," katanya
Menurut Enny beras telah menjadi standar acuan untuk harga komoditas lain.
Karena harganya yang fluktuatif, menurut Enny, harus benar-benar ada instrumen yang mengaturnya. Hal ini juga sebagai upaya meminimalisir mafia beras.
"Beras menjadi acuan, beras mempunyai fluktuasi. Oleh karena itu begitu strategisnya beras, harus ada instrumen beras," tambah dia.
Itu sebabnya, Enny mengimbau pemerintah jangan asal menunjukkan sikap optimistis, tapi dalam parktiknya belum signifikan. Menurut Enny, yang dibutuhkan masyarakat ialah stabilitas harga.
"Diharapkan masyarakat realisasinya, setiap menjelang lebaran dibutuhkan kepastian harga murah yang paling utama," katanya.
Enny menambahkan jika pemerintah tidak bisa mengendalikan harga setiap bulan puasa, akan memicu inflasi cukup tinggi sehabis Lebaran.