Suara.com - Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal mengaku tidak takut dengan bantahan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa terhadap tudingan Faisal terkait kebijakan pelarangan ekspor bauksit.
“Enggak saya enggak takut. Baguslah kalau pada ngomong, kalau diam saja saya yang bingung. Kalau orang banyak bicara ayo kita cari kebenarannya,” kata Faisal saat ditemui di Kementerian ESDM, Selasa (26/5/2015).
Faisal menuding besan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai biang keladi kekacauan industri bauksit nasional. Kekacauan tersebut bermula pada saat Hatta mencalonkan diri menjadi wakil presiden pada pemilu 2014, dimana Hatta mulai melarang ekspor mineral bauksit yang dituangkan dalam Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014 terbit pada tanggal 12 Januari 2014.
Faisal menuding pelarangan tersebut terkait permintaan perusahaan alumunium terbesar di Rusia, UC Rusal. Perusahaan tersebut ingin membangun pabrik di Kalimantan, namun mereka ingin mengurangi jumlah bauksit yang beredar di dunia hingga 40 juta ton. Dampaknya harga aluminium Rusal melonjak.
Faisal menantang Hatta membuktikan bantahannya. Faisal mengaku sudah mengantongi bukti-bukti terkait tudingannya.
“Yang pasti saya enggak akan kabur atau menghindar kemana-mana. Saya tanggung jawab, ayo kalau mau kita cari kebenarannya bersama-sama. Dalam perkembangannya, aturan hilirisasi mineral tambang dan batubara (minerba) terus-menerus berubah dari waktu ke waktu. Dalam waktu sekejap berubah-ubah. Larangan ekspor, boleh lagi. Kan 2012 pernah dilarang ekspor dalam tiga bulan ke depan, makanya produksi bauksit kan turun. Kemudian boleh ekspor lagi. Jadi menunjukkan adanya negosiasi. Data? Oh iya ada, yang bersaksi juga mau banyak. kalau tidak ada yang bicara gini, nunggu hukum, nunggu bukti, wah rusak negeri ini. Jadi tidak masalah deh saya jadi korban," kata Faisal.
Mantan Menteri Bidang Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa pun membantah. Lewat Twitter, Hatta mengatakan pelarangan ekspor bauksit sesuai dengan mandat UU Nomor 4 Tahun 2009 yang harus dijalankan selambat-lambatnya 12 Januari 2014 dan dilakukan agar proses dan pemurnian terjadi di dalam negeri.