Pertamina Kembangkan Solar Campur Air

Senin, 18 Mei 2015 | 17:37 WIB
Pertamina Kembangkan Solar Campur Air
Ilustrasi air bersih (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Guna mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan sesuai arahan pemerintah, saat ini PT. Pertamina melakukan riset pengembangan bahan bakar minyak ramah lingkungan.

Dalam pengembangan, Pertamina mencampurkan solar dengan air yang disebut solar emulsi. Langkah ini bertujuan mengurangi konsumsi bahan bakar minyak yang berasal dari fosil dan meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan.

Vice President Research and Development Direktorat Pengolahan PT. Pertamina, Eko Wahyu Laksono, mengatakan solar campur air memiliki keunggulan lebih ramah lingkungan.

"Emisi solar emulsi lebih rendah dibandingkan dengan solar 48, artinya lebih tidak hitam. Dari grafik solar emulsi 5 persen, solar 15 persen jauh lebih hitam  sehingga ini menjadi alternatif bahan bakar yang mengurangi solar," kata Eko saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (18/5/2015).

Meski terkesan mudah, anggota masyarakat tidak bisa membuatnya sendiri secara sembarangan.

Eko menjelaskan terdapat bahan tambahan lain dan harus menggunakan teknologi khusus untuk membuat solar emulsi. Pasalnya, untuk mencapai emulsi, dibutuhkan campuran kandungan bernama surfactan. Selain itu, proses percampurannya dilakukan dengan cara khusus.

"Iya memang dicampur air, cuma ada bahan-bahan lainnya. Jadi kami sarankan masyarakat untuk tidak melakukannya sendiri, karena nanti malah merusak mesin kendaraan anda. Ada kandungan surfactant, dengan pengadukan kecepatan tinggi satu alternatif bahan bakar solar yang ramah lingkungan," katanya.

Eko mengungkapkan pada dasarnya ini bukan teknologi yang baru dilakukan, tetapi teknologi emulsi pada bahan bakar ini sudah dilakukan di negara lain. Solar campur air sudah diuji coba pada kendaraan dan cocok untuk kendaraan transportasi publik dan nelayan.

"Sasaran kami tidak kendaraan bermotor, tapi transportasi publik dan nelayan, kami uji high speed engine," kata dia.

Namun, Eko belum dapat memastikan kapan bahan bakar nabati bisa dinikmati masyarakat lantaran masih dalam riset.

REKOMENDASI

TERKINI