Suara.com - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finances Enny Sri Hartati mendukung Presiden Joko Widodo untuk melakukan reshuffle tim ekonomi Kabinet Kerja.
Sebab, menurut Enny, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2015 tumbuh melambat. Pada periode tersebut ekonomi hanya mampu tumbuh di angka 4,7 persen. Angka tersebut merupakan yang terendah sejak 2009 yang berada di angka 4,52 persen.
Lambatnya pertumbuhan ekonomi dinilai Enny merupakan sumbangsih para menteri ekonomi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Kebijakan yang diambil pemerintah dinilai tidak mendukung ekonomi Indonesia untuk dapat tumbuh lebih baik lagi.
"Reshuffle ini kan kewenangan Presiden Jokowi, artinya ketika pertumbuhan ekonomi 4,7 persen ada kebijakan yang mendistorsi, minimal tim ekonomi ini harus solid. Kenapa, karena baseline kita kan mampu tumbuh di angka lima persen. Kalau di bawah, berarti ada problem internal,” kata Enny saat ditemui di kantornya, Jumat (7/5/2015).
Enny menjelaskan pertumbuhan ekonomi pada level 4,7 persen disebabkan oleh adanya problem kecakapan dalam mengelola ekonomi. Pasalnya, jika kebijakan ada kebijakan yang mendistorsi. Jika tidak mendistorsi daya beli masyarakat sebenarnya masih bisa di 5 persen. Kebijakan pemerintah bukannya menstimulus justru dinilai mengerecoki laju perekonomian Indonesia.
Lebih jauh ia menjelaskan faktor penyebab perlambatan ekonomi Indonesia bukan saja berasal dari eksternal seperti pelemahan ekonomi dunia, namun juga karena penyerapan belanja pemerintah yang kurang maksimal.
Rendahnya belanja pemerintah awal tahun, menurutnya, tidak ada terobosan yang berarti dari tim ekonomi Jokowi dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Konsumsi masyarakat masih saja menjadi pendorong utama perekonomian.
“Belanja pemerintah sedikit, mestinya pengelola ekonomi juga memperhatikan daya beli masyarakat. Ini malah menyebabkan daya beli masyarakat anjlok. Berarti ini kan masalahnya dari internal, kalau sudah tidak solid diganti saja,” kata dia.
Enny menilai tim ekonomi Jokowi-JK yang tak mampu bekerja secara maksimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia harus di reshuffle.
"Kalau tim ekonominya cakap dalam bekerja, ekonomi kita bisa tumbuh lima persen. Jadi kalau tidak cakap, ya harus di-reshuffle," katanya.