Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda tidak heran dengan cerita seperti itu. Banyak calon pembeli rumah 'terjebak' dengan iming-iming DP rumah murah atau pun harga murah.
Akhirnya si pemilik rumah yang sudah terlanjur beli tidak bisa menggunakan propertinya dengan maksimal. Alih-alih hanya dikosongkan atau dikontrakkan. Kata Ali, si calon pembeli harus memperhatikan faktor jarak rumah dengan pusat kota. Selain itu juga memperhatikan akses transportasi.
"Kalau mau rumah dengan murah, yah pasti tempatnya akan jauh dari kota. Kalau yang agak mahal, yah kemungkinan lokasinya akan bagus," kata Ali saat dihubungi suara.com secara terpisah.
Namun, kata Ali, pemerintah tidak bisa membiarkan masyarakat perpenghasilan rendah senasib dengan Guruh. Pemerintah harus menyiapkan program atau skema kepemilikan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Menurut dia kebijakan pemerintah memberikan uang muka rendah sebesar 1 persen untuk pembelian rumah subsidi tidak cukup. Sebab konsumen berpenghasilan rendah akan dibebankan biaya besar di cicilan tiap bulan. Kata dia pemerintah perlu mempunyai 'bank tanah'. Tanah itu dimiliki pemerintah dan ada di wilayah yang terjangkau. Semisal dekat stasiun atau terminal bus.
"Masalahnya pemerintah belum menyiapkan bank tanah. sekarang rumah subsisi atau murah ada di ujung-ujung kawasan. Konsumen kejebak. Harga rumah Rp 150 juta yah di sana. Rumah yang harga segitu nggak dekat dengan stasiun atau sarana transportasi. Jangan sampai sudah beli tapi dikosongkan. Rumahnya itu dikontrakin lagi," cetus Ali.
BERITA MENARIK LAINNYA:
Buktikan Payudara Asli, Duo Serigala Rela Diremas
Jessica Iskandar Blak-blakan soal Pernikahannya
Bocah yang Tertembak Senjata Tentara Ternyata Sakit Kanker Tulang