IATA: 2014, Keselamatan Penerbangan Meningkat

Doddy Rosadi Suara.Com
Senin, 09 Maret 2015 | 14:05 WIB
IATA: 2014, Keselamatan Penerbangan Meningkat
Ilustrasi: AirAsia. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hilangnya Malaysia Airlines MH370, ditembak jatuhnya Malaysia Airlines MH17 hingga jatuhnya AirAsia QZ8501 merupakan sejumlah kecelakaan pesawat yang terjadi di sepanjang tahun lalu.

Meski kecelakaan pesawat yang terjadi pada tahun lalu mempunyai skala yang besar, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mengungkapkan, jumlah kecelakaan pesawat yang terjadi pada tahun lalu lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya.

Dalam catatan IATA, jumlah penumpang pesawat yang tewas akibat kecelakaan meningkat . Namun, angka jumlah kecelakaan dibandingkan dengan jumlah total penerbangan justru mencapai titik terendah.

Keselamatan penerbangan memang menjadi perbincangan hangat di sepanjang 2014. Meski demikian, data memperlihatkan bahwa penerbangan terus memperlihatkan peningkatan dalam hal keselamatan,” kata Tony Tyler, Dirjen dan CEO IATA.

Dalam laporan tahunannya, IATA mengungkapkan, ada 12 kecelakaan pesawat pada 2014 dengan jumlah korban 641 orang. Sedangkan dalam periode lima tahun antara 2009 hingga 2013, rata-rata terjadi 19 kecelakaan dengan korban tewas 517 orang.

Apabila angka kecelakaan pada 2014 diukur dengan 1 juta penerbangan, maka angka yang muncul adalah 0,23 persen atau sama dengan 1 orang tewas di setiap 4,4 juta penerbangan. Angka rata-rata pada 2013 adalah 0,41 dan rata-rata dalam lima tahun terakhir adalah 0,58 per1 juta penerbangan.

Data statistik IATA tidak memasukkan musibah yang menimpa MH17 yang ditembak jatuh di Ukraina. Insiden tersebut tidak dikategorikan sebagai kecelakaan.

“Di mata publik, kecelakaan tetap kecelakaan bagaimana pun caranya. Pada 2014, kita melihat berkurangnya jumlah kecelakaan, dan jumlah itu tetap lebh sedikit meski apa yang menimpa MH17 tetap dimasukkan,” ujarnya.

Tyler mengatakan, pemerintah dan industri penerbangan harus mencari cara untuk mengurangi risiko terbang di zona konflik.

“Ini termasuk membagi informasi penting tentang risiko keamanan kepasa penerbangan sipil,” tegasnya. (Straitstimes/Reuters)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI