Minuman Bersoda Seharusnya Dikenakan Cukai

Doddy Rosadi Suara.Com
Senin, 12 Januari 2015 | 13:03 WIB
Minuman Bersoda Seharusnya Dikenakan Cukai
Ilustrasi: Soft drink. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah didesak untuk menerapkan cukai kepada minuman bersoda. Pengamat kebijakan publik, Sadar Subagyo mengatakan, penerapan cukai untuk minuman bersoda bisa menjadi salah satu langkah untuk mengekar target penerimaan bea cukai pada tahun ini.

Selain itu, kata Sadar, cukai kepada minuman bersoda juga bisa digunkaan untuk mengendalikan konsumsi. Kata dia, minuman bersoda menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat.

 “DPR perlu panggil Pemerintah untuk membicarakan rencana pengenaan cukai minuman bersoda,” ujar Sadar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (12/1/2015).

Menurut dia, sudah seharusnya Pemerintah perlu diversifikasi kebijakan cukai untuk mendukung pengembangan kebijakan cukai lainnya. Jenis minuman bersoda adalah jenis minuman yang dalam maksud Undang Undang Cukai, sesungguhnya peredarannya harus dikendalikan sehingga patut untuk dikenai cukai.

Tapi, lanjut politisi Gerindra ini, hingga saat ini minuman jenis ini belum masuk sebagai barang kena cukai. Padahal, minuman ini peredarannya massif bahkan dikonsumsi oleh semua kelompok umur tanpa ada peringatan bahaya bagi pengonsumsinya.

“Negara-negara yang menerapkan cukai atas minuman bersoda, diantaranya Amerika Serikat, Laos, Thailand, India, Singapura, dan Meksiko. Amerika Serikat adalah negara yang pertama kali mendorong cukai untuk minuman bersoda dan sekarang mereka menjadi major producer," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai, Susiwijono Moegiarso mengatakan, pihaknya belum mengusulkan kembali wacana cukai minuman bersoda kepada Kementerian Kesehatan.

"Ini belum kami usulkan lagi. Kami memang berencana melakukan ekstensifikasi penerimaan bea cukai. Ekstensifikasi kan menambah obyek baru pengenaan cukai dan bea keluar," ungkapnya.

Sebelumnya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) mengungkap risiko lain dari minuman yang juga disebut soft drink tersebut. Kepala Balitbangkes Prof Dr Tjandra Yoga Aditama mengatakan, minuman berkarbonasi dikonsumsi oleh 1,1 persen penduduk Indonesia. Konsumsi minuman tersebut mencapai 2,4 gram/orang/hari, lebih tinggi dibandingkan konsumsi alkohol yakni 1,9 gram/orang/hari, dan teh yakni 1,6 gram/orang/hari.

Hasil awal studi Kasus Kontrol Penyakit Ginjal Kronis Badan Litbangkes Tahun 2014 tersebut menunjukkan bahwa konsumsi minuman berkarbonasi lebih dari sekali tiap hari selama beberapa tahun bisa meningkatkan risiko penyakit ginjal kronis atau gagal ginjal.

"Kemungkinan untuk menderita Penyakit Ginjal Kronis atau gagal Ginjal adalah sebesar 6,45 kali dibanding dengan orang yang tidak minum minuman berkarbonasi," ujar Tjandra.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI