Suara.com - Selama bertahun-tahun, sektor industri di Medan, Sumatera Utara, kekurangan pasokan gas bumi. Akibatnya, banyak industri yang bangkrut, terutama produsen sarung tangan karet.
"Akibat tak ada pasokan gas bumi di Medan Sumatera Utara, anggota kami yang sebelumnya 12 perusahaan sarung tangan lateks (karet) sekarang yang bertahan hanya empat perusahaan," kata Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi Achmad Safiun di acara Outlook Sektor Gas 2015 di Hotel Century Park Hotel, Senayan, Rabu (7/1/2015).
Achmad menambahkan sejak 2010, kelompoknya sudah mengajukan protes ke pemerintah terkait krisis pasokan gas, terutama ke industri sarung tangan karet. Tetapi, kata dia, sampai hampir lima tahun, persoalan ini tak terpecahkan.
Adapun empat pabrik sarung tangan karet yang masih bertahan, mereka mengandalkan bahan bakar cangkang sawit.
"Tapi sayangnya cangkang sawit sendiri banyak yang diekspor. Saya nggak ngerti maksud pemerintah dalam memenuhi kebutuhan energi industri dalam negeri," katanya.
Safiun menambahkan akhir 2014, mulai ada pasokan gas dari Pertamina ke pelaku industri melalui jaringan pipa gas Arun-Belawan sepanjang 350 kilometer dengan kapasitas 300 per mmscfd atau per hari.
Tetapi, kata dia, harga gasnya sangat mahal, mencapai 18 dolar AS per mmbtu.
PGN juga akan membangun jaringan gas Duri-Dumai-Medan menggunakan program mikro LNG yang diangkut dari Batam ke Belawan sebesar 5-10 juta kaki kubik mmscfd, namun harganya tetap tinggi, yaitu 17 dolar AS per mmbtu.
"Padahal industri-industri negara tetangga kita hanya beli gas di bawah US$ 7 per mmbtu, bagaimana kita bisa bersaing," kata dia.