Suara.com - Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengingatkan diturunkannya harga BBM bersubsidi jenis premium RON 88 menjadi Rp7.600/liter, dan solar menjadi Rp7.250/liter jangan sampai hanya "jebakan batman".
"Karena pada dasarnya meskipun pemerintah telah menurunkan harga BBM bersubsidi, tetapi masih tetap naik apabila dibanding harga BBM bersubsidi sebelum dinaikkan oleh pemerintah," kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Kamis (1/1/2014).
Sebelumnya, pemerintah menurunkan harga BBM jenis premium dan solar mulai 1 Januari 2015 pukul 00.00 WIB menyusul penurunan harga minyak dunia, harga premium turun menjadi Rp7.600 per liter dan solar Rp7.250 per liter.
"Harga premium tersebut tanpa subsidi, sementara solar ada subsidi tetap Rp1.000 per liter," kata Menteri ESDM Sudirman Said.
Sofyano menjelaskan kebijakan pemerintah tanggal 31 Desember 2014 yang telah menetapkan bahwa harga BBM khusus RON 88 dan BBM umum RON 88 tidak lagi disubsidi pemerintah, buat sementara pasti disambut "gembira" oleh publik, namun pada dasarnya kebijakan penghapusan subsidi pada BBM RON 88 seperti "jebakan batman" yang bisa dikatakan perangkap bagi masyarakat ketika harga minyak dunia naik, namun dari sisi pemerintah ini sangat menguntungkan, karena beban subsidi BBM akan menjadi minim untuk selamanya.
Sofyano menambahkan kebijakan yang telah menghapus subsidi BBM jenis RON 88 (premium) namun tetap memberikan subsidi BBM jenis solar kepada golongan masyarakat tertentu, pada dasarnya telah memenuhi ketentuan UU No. 22/2001 tentang Migas maupun PP No. 36/2004.
Diturunkannya harga jual BBM jenis solar dan premium RON 88, sudah memenuhi harapan publik, jika dikaitkan dengan harga minyak dunia yang telah beberapa bulan turun, katanya.
Menetapkan solar sebagai satu-satunya jenis BBM yang disubsidi untuk "golongan masyarakat tertentu" bagi kendaraan bermotor, angkutan umum, pada dasarnya tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, katanya.
"Angkutan umum seperti angkutan pedesaan, angkutan kota sejenis mikrolet yang milik perorangan dan menggunakan BBM premium dan memang dipergunakan oleh 'wong cilik' akan menilai keberadaan mereka tidak diperhitungkan oleh pemerintah dan ini berpotensi menimbulkan protes dan menjadi bahan 'polemik'," ungkapnya.
Kendaraan angkutan umum milik dan atas nama badan usaha perusahaan angkutan umum jelas sangat bisa dibuktikan publik merupakan alat bisnis bagi pengusaha golongan mampu yang mengutamakan profit oriented. Sementara angkutan umum milik perorangan, dominan sebagai alat angkutan umum orang dan barang kebutuhan sehari-hari yang jadi alat angkutan rakyat kecil. "Sangat disayangkan mengapa hal ini tidak menjadi pertimbangan bagi pemerintah ketika menetapkan kebijakan tersebut," ujarnya.