Suara.com - Apa yang ada di otak anda apabila mendengar kata kursi? Kemungkinan besar yang ada di kepala adalah gambaran kursi standar dengan dua sandaran tangan serta empat kaki. Imej seperti itulah yang ingin dihapus oleh Muhamad Kadafi (24 tahun).
Alumni Universitas Mercu Buana jurusan Disain Grafis ini mendirkan Jabon House pada pertengahan 2013 yang memproduksi kursi yang ‘tidak biasa’ alias di luar mainstream. Yang tidak biasa bukan hanya modelnya tetapi juga bahan kursi itu.
“Bahan kursi yang saya buat adalah kayu jati Belanda karena kayu tersebut mempunyai nilai estetika. Selain itu, saya juga menggunakan stainless steel biar bisa lebih kokoh. Jadi, saya membuat bangku yang konsepnya tidak umum. Bahkan, ada bangku yang saya buat bentuknya segitiga,” kata Dafi.
Dia mulai tertarik untuk berkecimpung di indusri furniture saat mendapatkan tugas akhir dari kampus. Dafi sudah mempunyai hobi membuat furniture. Karena itu, dia memutuskan untuk menyalurkan hobinya itu saat mendapatkan tugas akhir pada Juni 2013.
Meski beda dengan bentuk kursi pada umumnya, Dafi memastikan bahwa kursi produksi Jabon House tetap nyaman.
“Ketidaksempurnaan bukan menjadi halangan. Itu yang saya tetapkan dalam kursi buatan saya. Saya pernah membuat bangku yang hanya punya satu sandaran tangan tetapi tetap nyaman dan kokoh,” jelasnya.
Lalu, siapa pangsa pasar dari kursi buatan Jabon House ini? Menurut Dafi, yang menjadi incaran utama adalah kaum urban. Alasannya sederhana, karena kaum urban sebagian besar adalah anak muda dan mau menerima model-model yang tidak biasa ada di pasar.
Dafi mengatakan, kayu jati Belanda dipilih menjadi bahan dasar kursi buatannya karena selain mempunyai nilai estetika juga langsung terlihat bagus setelah divernis. Bagi anda yang belum tahu, kayu jati Belanda adalah kayu sampah yang dijadikan peti kemas. Kayu ini lebih kuat dibandingkan jenis kayu lainnya dan juga lebih murah.
“Kalau pakai kayu lapis itu harganya mahal. Contohnya kayu serabut yang dipakai oleh salah satu produk furniture ternama. Kami belum bisa memakan bahan kayu seperti. Kebetulan saya punya teman yang ada link ke penyedia kayu jati Belanda,” jelasnya.
Kelebihan kayu jati Belanda lainnya adalah kedap air dan juga tahan lama. Sehingga, apabila terendam air dalam waktu lama tidak mudah mengelupas. Ini berbeda dengan kayu lapis atau kayu serabut yang langsung mengelupas apabila terendam air.
“Kursi yang saya buat sangat minimalis sehingga tidak banyak memerlukan bahan kayu terlalu banyak. Harganya juga tidak mahal-mahal amat, mulai dari Rp 80 ribu per kursi. Intinya adalah kursi yang minimalis dan simple,” ungkapnya.
Dafi menuturkan, Jabon House mulai banyak menerima pesanan ketika melakukan pameran di salah satu mal di Jakarta Pusat. Menurut dia, apabila pesanan tersebut tidak bisa ditangani maka biasanya akan dilimpahkan ke bengkel furniture milik ayahnya.
“Mereka yang datang ke pameran itu bilang kursi yang saya buat unik. Mereka juga bilang kok bisa sih bikin kursi kayak gini,” kata Dafi.
Dafi dan lima orang temannya kemudian memutuskan untuk membuat website yaitu www.jabonhouse.com. Kata dia, konsumen bisa memesan model kursi yang ada di laman tersebut dan juga bisa by request alias berdasarkan keinginan pribadi. Menurut dia, Jabon House juga bisa bertindak sebagai konsultan.
Selama ini, Dafi dan teman-temannya hanya sekadar menyalurkan hobinya bersama Jabon House. Karena, hampir semuanya bekerja kantoran. Namun, dia tidak menutup kemungkinan apabila nantinya para pendiri Jabon House ‘pensiun’ dari kantor dan konsentrasi ke bisnis produksi kursi yang ‘tidak biasa.’
“Saya punya harapan pada 2015, Jabon House tidak hanya memproduksi kursi yang ‘tidak biasa’ tetapi juga lampu. Saya sudah merancang lampu yang juga dibuat dari kayu jati Belanda dan stainless steel. Semoga bisa rampung diproduksi pada tahun depan,” pungkasnya.