Suara.com - Pengamat pasar uang, Farial Anwar, menilai bahwa kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), itu berdampak kepada masyarakat dalam mengkonversi rupiahnya ke mata uang dolar (AS).
"Sehingga permintaan dolar tinggi. Ini kebijakan yang mungkin benar, tapi timing (penentuan waktu)-nya salah. Guncangan itu mengakibatkan tekanan yang lebih besar. Tapi sekarang, siapa yang menanggung?" ujar Farial, dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (20/12/2014).
Farial menganggap, dalam posisi ini Bank Indonesia (BI)-lah yang jadi "babak belur". Pasalnya, BI mempunyai tugas untuk mengendalikan inflasi, mengendalikan nilai rupiah ke dalam barang dan jasa, serta nilai rupiah terhadap mata uang asing termasuk dalam hal ini dolar AS.
"Ini tugas berat bagi BI. Saya berharap bagaimana kemampuan BI untuk meredam dan mengendalikan nilai tukar ini. Ini pertanyaan besar. Sampai berapa besar kemampuan kita di tengah permintaan besar (dengan) supply-nya yang terbatas. Ini menjadi program mendasar yang susah dicari jawabannya," tuturnya.
Selain itu, menurut Farial, BI memang mempunyai peranan yang sangat penting ketimbang pemerintah, terhadap melemahnya nilai tukar rupiah.
"Saya kok melihat peranan Bank Indonesia, ya. Peranan pemerintah saya sudah tidak pernah lagi berharap, karena ini salah satu yang kemungkinan (ada) kekeliruan dalam kebijakan," ujarnya.
Kenaikan Harga BBM Bisa Dinilai Benar, Cuma Salah 'Timing'
Sabtu, 20 Desember 2014 | 15:50 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Perilaku Konsumtif, Fenomena Latte Factor dan Efek terhadap Keuangan Gen Z
27 November 2024 | 17:45 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Bisnis | 06:13 WIB
Bisnis | 18:22 WIB
Bisnis | 18:04 WIB
Bisnis | 17:54 WIB
Bisnis | 17:38 WIB
Bisnis | 17:34 WIB