7 Masalah Keuangan yang Harus Dibenahi Pemerintah

Ardi Mandiri Suara.Com
Rabu, 03 Desember 2014 | 05:38 WIB
7 Masalah Keuangan yang Harus Dibenahi Pemerintah
shutterstock_165589205
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Badan Pemeriksa Keuangan meminta pemerintah menuntaskan tujuh masalah signifikan mengenai pengelolaan keuangan negara karena jika dibiarkan dapat menimbulkan kerugian negara dan implikasi negatif bagi pembangunan.

"Pertama adalah masalah penerapan akutansi berbasis akrual pada pemerintah daerah," kata Ketua BPK Harry Azhar Azis pada sidang paripurna DPR dengan agenda "Penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2014" di Jakarta, Selasa (2/12/2014).

Harry mengatakan penerapan akrual di pemerintah daerah masih bermasalah. Lembaga auditor utama negara itu, berdasarkan pemeriksaan 184 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), menemukan kasus-kasus ketidaksiapan pemda untuk menerapakan sistem akrual karena belum ada landasan hukum yang melindungi sistem tersebut.

Pemda, kata Harry juga tidak menyiapkan pengembangan sistem pengelolaan keuangan yang sesuai dengan akutansi yang berbasis akrual. Hal itu ditambah keterbatasan Sumber Daya Manusia di daerah untuk menjalankan sistem akrual itu.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 21, Tahun 2010, pemerintah wajib menerapakan sistem akrual paling lambat pada 2015.

Masalah kedua, kata Harry, adalah pengalihan kewenangan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari pusat ke daerah. Pengalihan tersebut, kata Harry, paling lambat dilakukan pada 1 Januari 2014.

Namun, menurut Harry, banyak pemerintah daerah belum memverifikasi dan memvalidasi data piutang PBB-P2 dari pemerintah pusat. Pemda juga belum mencatat piutang PBB-P2 yang telah dicatat pemerintah pusat di neraca.

Selain itu, piutang yang tercatat dalam Berita Acara Penyerahan PBB-P2 dan Aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak berbeda nilainya.

Masalah ketiga adalah penyuntikan modal Bank Mutiara senilai Rp1,25 triliun oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Harry mengatakan ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) tidak disampaikan Bank Mutiara secara transaparan saat itu.

Dari alasan penambahan modal itu, BPK juga menemukan pengelolaan kredit lama, termasuk dengan upaya restrukrisasi oleh Bank Mutiara yang tidak sesuai ketentuan perbankan dari Bank Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI