Pengolahan Ikan Dunia Bisa Dibangun di Indonesia

Doddy Rosadi Suara.Com
Senin, 01 Desember 2014 | 12:06 WIB
Pengolahan Ikan Dunia Bisa Dibangun di Indonesia
Nelayan menata ikan marlin untuk dilelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). (Antara/Oki Lukmansyah)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat pengolahan perikanan dunia. Kebijakan ini dipastikan mendorong kinerja ekspor kelautan dan perikanan nasional menjadi 40 miliar dolar Amerika atau sekitar Rp480 triliun.

“Kami optimistis, dengan menjadikan Indonesia sebagai pusat pengolahan perikanan dunia, maka nilai ekspor nasional akan meningkat dari 4,1 miliar pada tahun 2013, menjadi 40 miliar,” kata Wakil Ketua Umum Kelautan dan Perikanan Kadin Indonesia, Yugi Prayanto dalam keterangan tertulis yang diterima suara.com, Senin (1/12/2014).

Yugi menuturkan, langkah menjadikan Indonesia sebagai pusat pengolahan perikanan dunia, harus dilakukan segera, mengingat potensi kelautan dan perikanan Indonesia yang sangat besar.
Ia mengungkapkan, terdapat beberapa langkah penting yang harus dilakukan pemerintah.

Pertama, melakukan standarisasi semua produk perikanan dalam negeri sehingga sektor perikanan nasional bisa terdaftar secara resmi pada tingkat nasional dan internasional.

Kedua, mulai melakukan prosesing perikanan dunia di Indonesia, berdasarkan standarisasi yang telah dimiliki.

“Artinya, sama seperti dengan dibangunnya Starbucks dan McDonald di Indonesia, karena quality control-nya sudah sama seperti di Amerika Serikat (AS). Kita pun bisa bangun pusat pengolahan perikanan dunia di Indonesia,” jelas Yugi.

Ia mencontohkan, pembuatan prosesing ikan dunia di Indonesia, juga melibatkan berbagai negara. Misalnya, ikan Salmon didatangkan dari Australia dan Norwegia, lalu diproses di Indonesia. Termasuk standar kebersihan, kualitas, dan packaging, dijaga ketat.

Intinya, quality control pengolahan perikanan dunia itu harus mengikuti standarisasi nasional yang telah diintegrasikan dengan standar internasional. Hal itu, ucap Yugi, akan sangat menguntungkan. Apalagi dengan biaya buruh di Indonesia yang lebih terjangkau dibanding buruh di negara-negara penghasil ikan tersebut.

Ketiga, menyediakan tenaga kerja lokal yang terampil dan bersaing dibanding tenaga kerja dari negara lain. Pada bagian ini, jelas Yugi, proyek tersebut bisa mempekerjakan masyarakat lokal secara signifikan, dan pada akhirnya dipastikan menurunkan tingkat pengangguran Indonesia.

Keempat, mendorong perbankan nasional untuk meningkatkan dan memacu investasi industri pengolahan yang berbasis (reprocessing). Dengan bahan baku dari luar negeri, lalu diolah menjadi produk-produk siap saji dan di ekspor kembali ke negara-negara maju.
 
Kelima, mendorong kerjasama dengan negara-negara maju seperti AS, Norwegia, Australia, Kanada dan Jepang sebagai sumber bahan baku Ikan Salmon, Kepiting Alaska, Alaskan Lobster, Herring, Trout, Smelt dan segala jenis hasil penangkapan di laut air dingin (cold water fish).

“Intinya, pemerintah didorong untuk aktif membuka kesempatan bagi Indonesia sebagai basis pengolahan dan membuka pasar hasil-hasil olahan tersebut dan dijadikan produk siap saji (consumer pack) ke pasar retail negara-negara itu,” papar Yugi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI