Siklus Keuangan Indonesia Masuk Fase Perlambatan

Doddy Rosadi Suara.Com
Rabu, 29 Oktober 2014 | 07:58 WIB
Siklus Keuangan Indonesia Masuk Fase Perlambatan
Logo Bank Indonesia. (suara.com/Kurniawan Mas'ud)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bank Sentral di dunia kini memberi perhatian lebih terhadap dinamika siklus keuangan. Belajar dari beberapa krisis sebelumnya, pengelolaan makro perekonomian dengan hanya berdasarkan siklus bisnis atau naik-turunnya pertumbuhan ekonomi tidak cukup. Seringkali, risiko justru timbul dari pergerakan boom-bust (naik turunnya) siklus keuangan yang tidak selalu sama dengan siklus bisnis.

“Sebelum terjadinya krisis keuangan global pada tahun 2008, kebijakan makroekonomi, termasuk moneter, sering terpaku pada siklus pertumbuhan ekonomi atau siklus bisnis. Terkadang siklus bisnis sudah mengalami fase turun sementara siklus keuangan masih mengalami fase meningkat.  Luputnya bank sentral di dunia dalam mengawasi dinamika siklus keuangan dituding sebagai penyebab krisis keuangan global 2008,” demikian keterangan tertulis dari Bank Indonesia yang diterima suara.com, Rabu (29/10/2014).

Dalam hal ini, kebijakan Bank Sentral untuk menurunkan suku bunga sejalan dengan pencapaian inflasi yang rendah justu dapat memicu risk taking atau perilaku mengambil risiko berlebih pada sektor yang spekulatif dengan motivasi mencari high yield atau imbal hasil tinggi yang semakin dominan.

Saat ini, siklus keuangan Indonesia (SKI) memberikan indikasi mulai memasuki fase perlambatan. Hasil estimasi Bank Indonesia menunjukkan terjadi perlambatan siklus keuangan sebagaimana tampak dari arah siklus keuangan yang cenderung menurun. Perlambatan SKI tersebut disebabkan oleh menurunnya laju pertumbuhan kredit sebagai indikator pembiayaan perekonomian domestik.

Perlambatan siklus keuangan yang terjadi bersamaan dengan ketidakpastian terhadap prospek pertumbuhan global ke depan, menimbulkan risiko terhadap pertumbuhan ekonomi ke depan. Sumber-sumber pembiayaan ekonomi pada tahun-tahun mendatang dapat menjadi relatif terbatas. Perbankan domestik memerlukan tambahan modal atau likuiditas dengan LDR yang telah mencapai 89,7% per September 2014.

Sementara pembiayaan dari Utang Luar Negeri (ULN) yang dalam dua tahun terakhir naik tinggi mulai mengalami perlambatan. Volatilitas nilai tukar yang meningkat dalam dua tahun terakhir menaikkan risiko nilai tukar sehingga ikut mengurangi ULN. ULN sektor swasta pada Agustus 2014 tumbuh sebesar 12,2% (yoy) atau lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 13,2% (yoy).

REKOMENDASI

TERKINI