Suara.com - Permintaan terhadap perkantoran komersial di pusat sentra bisnis (central business district/CBD) mengalami penurunan antarkuartal (q-o-q) karena minimnya pasokan.
"Permintaan ruang kantor di CBD menunjukkan penurunan sebesar 37 persen dari kuartal sebelumnya diakibatkan terbatasnya ketersediaan ruang pasokan baru," kata Head of Markets Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia Angela Wibawa di Jakarta, Rabu, (15/10/2014).
Namun, menurut dia, secara keseluruhan tingkat hunian perkantoran di CBD masih tinggi di sekitar 94 persen atau tidak banyak perubahan dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Sedangkan di luar CBD, lanjutnya, terjadi penyerapan yang signifikan dibanding kuartal lalu di mana tingkat penyerapan perkantoran pada kuartal III 2014 mayoritas terjadi pada perkantoran Grade C.
Terkait dengan harga sewa, ia mengemukakan bahwa harga sewa rata-rata ruang kantor di CBD tidak mengalami perubahan yang signifikan yaitu 1,7 persen q-o-q antara lain karena penyesuaian kurs mata uang dolar Amerika terhadap rupiah pada harga sewa gedung perkantoran premium dan Grade A.
Sebelumnya, konsultan properti internasional Cushman & Wakefield mengatakan, sejumlah perusahaan frustrasi karena sukar menemukan perkantoran Grade A di Jakarta terkait minimnya pasokan untuk jenis perkantoran tersebut.
"Kondisi sektor perkantoran sangat membuat banyak perusahaan frustrasi karena tidak menemukan perkantoran sesuai dengan yang diinginkan" kata Managing Director Cushman & Wakefield Indonesia David Cheadle.
Menurut dia, selama lebih dari satu dekade mengamati kondisi properti di Jakarta, sepertinya baru kali ini ditemukan hampir tidak ada pasokan perkantoran Grade A di wilayah ibukota.
Hal tersebut, lanjutnya, membuat sisi permintaan menjadi frustrasi karena kurangnya ketersediaan pasokan. Selain itu, ia juga mengemukakan bahwa hal itu mengakibatkan situasi yang menguntungkan pihak penyewa (landlord) karena dapat dijadikan sebagai alasan untuk menaikkan harga sewa. (Antara)