Suara.com - Kenaikan harga tanah yang terjadi dalam dua sampai tiga tahun belakangan membuat para pengembang relatif ‘terjebak’ dengan patokan harga yang sudah tinggi. Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengatakan, banyak pengembang yang kesulitan untuk membangun rumah menengah sampai atas karena harga tanah yang sudah tinggi tidak terjangkau oleh daya beli yang ada.
“Untuk kalangan investor sekalipun, harga rumah yang tinggi dinilai sudah tidak rasional lagi. Pasar berangsur-angsur bergeser ke segmen menengah dengan menyasar kaum end user. Namun kembali lagi harga tanah yang tinggi membuat para pengembang kesulitan mematok harga jual. Lokasi perumahan menengah pun relatif semakin menjauh dari pusat kota. Beberapa pengembang mulai memilih untuk membangun secara vertikal dan mengambil pasar apartemen segmen menengah,” katanya, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (15/10/2014).
Kata dia, untuk konsumen yang lebih menggunakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) relatif masih terhambat suku bunga yang tinggi. Menyikapi hal itu banyak pengembang yang membuat strategi cicilan uang muka yang dapat diangsur bahkan selama 3 tahun. Hal ini juga sebagai antisipasi pihak pengembang dalam hal pengetatan penjualan rumah secara inden yang diberlakukan Bank Indonesia.
“Aksi wait and see yang diperkirakan akan melunak setelah pemilu, ternyata masih berlanjut menyusul kondisi politik yang masih belum terlalu kondusif. Manuver-manuver politik di parlemen membuat khawatir beberapa pihak akan kondisi perekonomian mendatang. Hal ini membuat banyak pengembang yang memilih aksi tidak menaikkan harga tanahnya sambil menunggu perkembangan,” jelasnya.
Di sisi lain, berdasarkan survei Indonesia Property Watch, tingkat penjualan yang terjadi di triwulan III/2014 kembali mengalami penurunan sebesar -9,4% (qtq) setelah pada triwulan II/2014 menurun juga sebesar -0,9% (qtq). Nilai transaksi penjualan pasar perumahan di wilayah Jabodebek-Banten tercatat sebesar Rp1.291.705.200.350.
“Penurunan ini juga terjadi untuk jumlah unit terjual yang menurun 25,7% di mana sebenarnya para triwulan II/2014 telah mengalami kenaikan 6,9%. Pasar perumahan semakin bergeser ke segmen menengah dengan komposisi 45,3% dibandingkan dengan segmen kecil sebesar 43,5% dan segmen atas 11,2%,” ungkapnya.
Ali menambahkan, sampai akhir tahun 2014 diperkirakan pasar akan mengalami perlambatan meskipun proses transisi ke pemerintahan baru relatif berjalan lancar. Hal ini lebih dikarenakan pasar perumahan saat ini masih mencari bentuk keseimbangan baru setelah terjadi percepatan yang signifikan dua tahun belakangan.