Suara.com - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara menegaskan, nilai tukar rupiah bisa kembali ke level Rp11.500 terhadap dolar Amerika. Syaratnya, pemerintah baru menerapkan kebijakan proreformasi ekonomi.
"Ya bisa (kembali pada level Rp11.500) ," kata Mirza di Gedung Bank Indonesia, Senin, (13/10/2014).
Menurut Mirza, peluang The Fed (Bank Sentral Amerika) untuk menaikkan suku bunga bukan hanya tantangan bagi Indonesia, tetapi untuk semua negara. Karena itu, semua negara berkembang akan terkena dampaknya.
Kenaikan suku bunga The Fed akan membuat aliran modal keluar dari emerging market dan kembali ke Amerika Serikat. Ini akan membuat mata uang di negara emerging market akan melemah.
Mirza mengatakan, tantangan lain yang akan dihadapi adalah perlambatan ekonomi global karena masih lambatnya pertumbuhan ekonomi Cina dan juga sejumlah negara di Eropa.
"Yang meningkat sekarang hanya Amerika sama Inggris. Jadi kalau kita lihat lebih detail ekonomi Indonesia apa yang melambat ya ekspor-impor cukup dalam dan impor juga melambat. Kalau ekspor melambat ya itu karena ekonomi Cina melambat, dan Eropa pun melambat sehingga mempengaruhi ekspor. Kalau impor memang melambat karena harus kurangi defisit kalau tidak makin besar," pungkasnya.
Saat ini, nilai tukar rupiah masih di posisi Rp12.186 per dolar Amerika. Pergerakan rupiah masih terbatas menyusul sejumlah laju mata uang di negara-negara berkembang yang cenderung masih dalam tekanan terhadap dolar Amerika menyusul adanya kecemasan dari pemulihan perekonomian negara-negara di Eropa.