Suara.com - Pakar ekonomi Anthony Budiawan menyebutkan pemerintah harus transparan dalam menghitung harga dan subdisi bahan bakar minyak (BBM) dengan cara dipublikasikan kepada masyarakat guna menghindari politisasi.
"Selama ini harga BBM dipolitisasi dan sekarang harus melihat berapa harga yang pantas untuk rakyat," kata Anthony di Jakarta Rabu (24/9/2014).
Rektor Kwik Kian Gie School of Business itu mengatakan Pemerintah Indonesia masih perlu memberikan subsidi bagi rakyat namun dengan catatan untuk BBM yang berkualitas.
Hal itu dengan pertimbangan jenis, kualitas, perbandingan harga BBM di luar negeri, serta kondisi ekonomi masyarakat Indonesia.
Anthony menyatakan pemerintah memberlakukan seluruh lapisan masyarakat harus menggunakan BBM jenis Pertamax dengan menetapkan harga Rp7.500 per liter "Karena dengan Pertamax itu menurut saya Rp7.500 kalau pemerintah berani itu yang layak," ujar Anthony seraya menambahkan harga Pertamax Rp7.500 berarti pemerintah mensubsidi Rp1.300 per liter.
Anthony menganggap lebih baik mensubsidi Pertamax dibandingkan menaikkan harga BBM jenis Premium karena masyarakat akan menilai hal yang wajar dengan kualitas BBM yang lebih bagus.
Sementara itu, Direktur "Institute for Development of Economic and Finance" (Indef) Enny Sri Hartati menuturkan pemerintah perlu perencanaan komprehensif sebelum memutuskan menaikkan harga BBM agar tidak menimbulkan polemik dan gejolak ekonomi.
Meski menjadi bahan politisasi, Enny menekankan penerapan harga BBM harus mempertimbangkan kepentingan ekonomi yang lebih efisien bagi kesejahteraan rakyat dan memiliki daya saing.
Mantan Menteri Perekonomian era Presiden Megawati Soekarnoputri, Kwik Kian Gie mengaku tidak dapat menuturkan secara tegas pemerintah harus menaikan harga BBM atau tidak.
Kwik mengungkapkan satu alasan pemerintah menaikan harga BBM bertujuan mendapatkan uang banyak untuk tujuan lain.