Suara.com - Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan berharap pemerintah memiliki data yang valid terkait dengan kondisi nelayan di lapangan sebagai dasar pemberian subsidi bahan bakar minyak untuk nelayan.
"Kami berharap ada data yang valid mengenai berapa banyak nelayan yang bisa memiliki akses ke SPBU, yang memiliki akses ke bank, hingga berapa nelayan yang ekonominya mengalami peningkatan," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto.
Menurut Yugi data-data mengenai kondisi nelayan ini akan sangat dibutuhkan, terutama terkait dengan akses bahan bakar bersubsidi.
Sebelumnya Kadin mencatat bahwa sempat terjadi pengurangan solar bersubsidi hingga 20 persen dari kuota normal, sehingga total distribusi hingga akhir tahun 2014 hanya mencapai sekitar 720.000 kiloliter dari asumsi sebelumnya sekitar 900.000 kiloliter.
Sementara itu aturan yang dikeluarkan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi menyebutkan bahwa solar bersubsidi diprioritaskan untuk kapal dengan bobot mati di bawah 30 gross ton (GT). Oleh karena itu muncul pembatasan subsidi bagi kapal-kapal dengan bobot mati di atas 30 gross ton (GT).
"Padahal 60 persen biaya operasional nelayan itu untuk bahan bakar, kita ingin agar pasokannya aman dan subsidi itu diterima oleh pihak yang tepat," kata Yugi.
Menurut Yugi, pembatasan tersebut akan berdampak pada penghasilan para nelayan, karena terbatasnya bahan bakar secara otomatis akan mengurangi waktu operasional para nelayan.
"Maka perlu ada data-data mengenai nelayan supaya jelas siapa yang mendapatkan subsidi tersebut," kata Yugi.
Selanjutnya Yugi menambahkan bahwa SPBU khusus untuk nelayan sebenarnya sudah ada namun belum jelas bagaimana keberlangsungannya.
"Kami mengharapkan ada rencana yang strategis untuk masalah ini, sehingga penyaluran itu bisa benar-benar tepat sasaran," pungkas Yugi. (Antara)