Suara.com - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diminta untuk menjelaskan secara terbuka alasan hanya meloloskan satu calon investor dari Jepang yang akan ikut uji kepatutan dan kelayakan dalam proses penjualan Bank Mutiara.
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati mengatakan, publik berhak tahu apakah lolosnya J Trust – calon pemilik Bank Mutiara itu – karena memang mengajukan harga yang lebih besar dibandingkan lima investor lainnya.
Enny menyayangkan lepasnya Bank Mutiara ke investor asal Jepang. Menurut dia, perbankan nasional semakin tergerus oleh kepemilikan asing.
“Sektor keuangan itu kan urat nadi dari perekonomian, saat ini kondisi perbankan dan juga sektor keuangan itu sangat rentan karena didominasi oleh pihak asing. Semakin mendominasinya asing sebagai pemilik bank merupakan bentuk terjadinya liberalisasi sektor keuangan. Ini membuat bank sulit untuk menjalankan tugasnya sebagai intermediasi ke sektor riil,” kata Enny kepada suara.com melalui sambungan telepon, Selasa (16/9/2014).
Enny menambahkan, dana yang dipakai untuk menyelamatkan Bank Mutiara sebesar hampir Rp8 triliun adala dana negara. Karena itu, dia berharap Bank Mutiara dibeli oleh investor lokal. Dalam proses uji tuntas yang dilakukan oleh LPS, dua investor lokal yang ikut serta adalah Bank BRI dan Artha Graha.
Penguasaan aset perbankan nasional oleh bankbank milik negara dan swasta nasional kian susut, sementara porsi penguasaan oleh bank-bank milik asing meningkat tajam. Lembaga riset KATADATA mengungkapkan, pangsa aset bank swasta nasional tergerus sekitar 20% dari 42% pada 1998 menjadi 22% pada 2011.
Sebaliknya pangsa bank swasta milik asing melonjak tajam dari hampir 0% menjadi 21%. Bila ditotal dengan bank asing dan bank campuran, total pangsa bank milik asing di Indonesia sudah mencapai 34%. Dalam beberapa tahun terakhir, pemodal asing dari berbagai negara, seperti Malaysia, Singapura, India, Korea Selatan, China, dan Qatar, semakin aktif mengakuisisi bank-bank di Indonesia.