Suara.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) semakin trerpuruj setelah sempat menembus posisi tertinggi di sepanjang sejarah, dua hari lalu. Pada sesi penutupan perdagangan, Rabu (10/9/2014), IHSG anjlok 54,22 poin atau 1,04 persen ke posisi 5.142,99, sementara indeks 45 saham unggulan (LQ45) turun 10,23 poin (1,16 persen) ke 873,43.
"Pelemahan bursa saham regional direspon negatif pelaku pasar saham di dalam negeri sehingga indeks BEI kembali tertekan," ujar Kepala Riset Recapital Securities, Andrew Argado.
Ia mengatakan melemahnya bursa saham eksternal itu memicu investor asing di Indonesia mengambil langkah ambil untung. Dalam data BEI, tercatat investor asing melakukan jual bersih (nett sell) sebesar Rp815,53 miliar lebih pada Rabu(10/9) ini.
Sementara dari dalam negeri, ia menambahkan kenaikan harga gas elpiji ukuran 12 kilogram (kg) menambah kekhawatiran investor bahwa inflasi akan meningkat, padahal harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi juga akan naik.
"Inflasi menjadi salah satu faktor yang cukup serius yang diperhatikan pasar," ucapnya.
Dari sisi teknikal, lanjut Andrew Argado, nilai saham di BEI juga sudah cukup tinggi sehingga sulit bagi indeks BEI untuk kembali berada di area positif.
"Akumulasi sentimen fundamental dan teknikal itu membuat investor cenderung mengamankan asetnya dengan melepas sebagian portofolio sahamnya dan berdampak pada IHSG BEI yang terkoreksi," katanya.
Tercatat transaksi perdagangan saham di pasar reguler BEI sebanyak 219.865 kali dengan volume mencapai 4,46 miliar lembar saham senilai Rp4,58 triliun. Efek yang mengalami kenaikan sebanyak 82 saham, yang melemah 268 saham, dan yang tidak bergerak 71 saham.
Bursa regional, diantaranya indeks Bursa Hang Seng melemah 485,09 poin (1,93 persen) ke 24.705,36, indeks Nikkei naik 39,63 poin (0,25 persen) ke 15.788,78 dan Straits Times melemah 4,33 poin (0,13 persen) ke posisi 3.338,63. (Antara)