Suara.com - Pengamat ekonomi Faisal Basri menilai, salah satu cara agar Indonesia bisa berdaulat di sektor energi adalah dengan melakukan penyesuaian harga BBM. Kata dia, tanpa penyesuaian harga, pemerintah tidak bakal mampu mengelola kebijakan energi nasional karena terlalu banyak variabel yang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah untuk menjaga harmoni permintaan dan penawaran minyak.
“Kalau pemerintah bersikukuh mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada level sekarang, subsidi BBM bakal terus menggelembung. Kuota BBM bersubsidi harus senantiasa dinaikkan, impor minyak kian menggila, serta defisit perdagangan barang (trade account) dan defisit akun lancar (current account) bakal terus menghantui sehingga menekan nilai rupiah,” kata Faisal dalam laman wordpressnya, faisalbasri01.wordpress.com.
Menurut dia, pembatasan penyaluran BBM subsidi yang dilakukan pemerintah dan Pertamina hanya menimbulkan antrean panjang di SPBU. Faisal mengungkapkan, pemerintah harus langsung mengambil kebijakan ke akar permasalahan sehingga kanker BBM subsidi tidak menyebar ke sekujur tubuh perekonomian Indonesia.
Faisal menambahkan, harga beraslah yang paling sensitif bagi orang miskin dan nyaris miskin di pedesaan karena belanja untuk beras menghabiskan sepertiga dari belanja total mereka.
“Orang miskin di pedesaan hanya mengeluarkan 2,46 persen dari pengeluaran totalnya untuk bensin. Pengeluaran terbesar kedua yang menentukan garis kemiskinan di pedesaan adalah untuk rokok keretek filter, yaitu 8,64 persen,” ujarnya.
Jadi, menurut Faisal, cara paling ampuh menurunkan angka kemiskinan bukanlah dengan mempertahankan harga BBM bersubsidi yang nyata-nyata menambah kenikmatan kelas menengah ke atas, melainkan dengan menjaga kestabilan harga beras di tingkat eceran seraya mendorong pendapatan petani dengan mereformasi mata rantai setelah panen. Selain itu, juga dengan menaikkan cukai rokok agar petani kian menjauh dari barang yang merusak kesehatan dan kantong petani.