Jokowi-JK Bakal Kesulitan Jika RAPBN 2015 Tak Diubah

Ardi Mandiri Suara.Com
Selasa, 19 Agustus 2014 | 22:12 WIB
 Jokowi-JK Bakal Kesulitan Jika RAPBN 2015 Tak Diubah
Presiden terpilih Joko Widodo. (Antara/Widodo S. Jusuf)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ekonom asal Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sri Adiningsih, berpendapat, pasangan presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo-Jusuf Kalla akan mengalami kesulitan, bila Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 tidak diubah.

"Kesulitannya, anggaran 2015 yang diklaim Pemerintahan saat ini sebagai baseline itu, ternyata tidak atau sedikit menyisakaan ruang buat pemerintah baru nantinya," kata Sri, di Jakarta, Selasa.

Hal itu, lanjut dia, selain anggaran untuk operasional dan pelayanan publik, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhyono ternyata masih juga menganggarkan biaya untuk melanjutkan 'kebijakan pembangunannya'. Akibatnya, semua dana di APBN sudah ada alokasi penggunaannya yang selaras dengan kebijakan Pemerintah sekarang.

"Ini artinya Pemerintah baru akan tidak mudah untuk mendapatkan anggaran untuk mengimplementasikan visi misinya dengan cepat," kata Sri Adiningsih.

Hal itu, kata Sri, bisa menjadi masalah karena harapan publik akan adanya perubahan setelah pemerintah baru terbentuk tidak dapat dipenuhi, sehingga lobi agar pemerintah dan DPR memberikan 'fiscal space' yang longgar pada Pemerintah baru perlu segera dilakukan.

Ia menilai RAPBN 2015 menunjukkan karakter Pemerintahan SBY-Boediono seperti biasanya, yang bila dilihat dari posturnya menunjukkan pengelolaan keuangan negara tidak sehat.

Hal itu, kata dia, dilihat dari pengeluaran berat untuk kegiatan rutin ataupun yang dampak multipliernya rendah, sementara anggaran untuk pembangunan infrastruktur justru turun dibandingkan tahun 2014 dan investasi minim.

"Masih ditambah beban subsudi meningkat dan pengeluaran populis besar. Sayangnya tidak didukung oleh pendapatan yang mencukupi, sehingga defisitnya sudah dipatok tinggi 2,32 persen dari PDB atau hampir menyentuh batas atas defisit yang diijinkan," ujarnya.

Menurut dia, beban berat itu muncul karena ekspektasi tambahan penerimaan negara dari Blok Cepu yang mestinya beroperasi Agustus 2014 ternyata belum beroperasi.

"Mungkin beroperasi mulai Maret 2015, tapi itupun belum ada jaminan," katanya.

Oleh karena itu, dirinya mengusulkan agar ada perubahan pada politik anggaran yang direvisi untuk RAPBN 2015.

Sebagai gambaran singkat, Sri Adiningsih menjelaskan seluruh pendapatan negara di 2015 diproyeksikan untuk dihabiskan 14,3 persennya ke gaji pegawai negeri, membayar bunga utang 7,6 persen, transfer dana ke daerah 31,69 persen, subsidi energi 18 persen, dan anggaran pendidikan 22,9 persen.

"Itu total sudah 94,5 persen dari pengeluaran," tuturnya.

Perlu diberi perhatian juga pada pos subsidi dan membayar bunga utang, yang jumlahnya sudah lebih dari 25 persen dari total pengeluaran. Tanpa perubahan dalam politik anggaran, Pemerintah baru tidak akan bisa melaksanakan visi misinya, ucap Sri. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI