Suara.com - PT Freeport Indonesia diminta segera melunasi beragam pajak yang menjadi kewajiban perusahaan tambang tersebut karena hal itu merupakan bagian dari pendapatan asli daerah.
"Tadi kami membahas banyak hal, termasuk minta Freeport untuk melunasi beragam pajak yang harus diselesaikan jika ingin amendemen Kontrak Karya (KK) lancar, dan mereka menyanggupi, tinggal tunggu realisasinya," kata Ketua Komisi C DPR Papua (DPRP) Yan L Ayomi, di Jayapura, Senin, (18/8/2014) usai pertemuan koordinasi di ruang kerja Gubernur Papua.
Pertemuan koordinasi di ruang kerja Gubernur Papua itu digelar, saat Presiden Direktur (Presdir) PT Freeport Indonesia Rozik Boedioro Soetjipto, menemui gubernur.
Rozik menemui Gubernur Papua Lukas Enembe guna menyampaikan aktivitas ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia yang sudah dimulai lagi, setelah nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah ditandatangani 29 Juli 2014.
Freeport dibolehkan ekspor konsentrat setelah menuntaskan renegosiasi kontrak karya (KK), dan memenuhi sejumlah item yang diwajibkan pemerintah, yakni membangun smelter di Indonesia, membayar bea keluar, dan meningkatkan nilai royalti.
Freeport juga membutuhkan usul saran pemerintah daerah terkait amendemen KK, sekaligus sebagai bahan masukan untuk dibahas di kantor induk Freeport di Amerika Serikat, yang direncanakan 20 Agustus 2014.
Menurut Yan, Freeport harus bisa merealisasikan semua kewajibannya terhadap pemerintah daerah karena hal itu berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat Papua.
"Kami DPR Papua menegaskan bahwa rakyat Papua banyak yang sudah jadi korban terkait keberadaan Freeport. Karena itu, semua kewajiban pajak Freeport harus dilunasi, dan pada 2015 pabrik semen dan listrik di Urumuka Kabupaten Mimika, harus bisa beroperasi," ujarnya.
Kewajiban pajak dimaksud seperti pajak air permukaan (PAP), pajak kendaraan alat berat, dan pajak lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Sebelumnya, manajemen PT Freeport Indonesia menyatakan keberatan membayar tagihan PAP dan komponen pajak pertambangan lainnya ke Pemprov Papua sejak 2009-2014 senilai Rp2,7 triliun. (Antara)