RAPBN 2015 Bukan Jebakan Politik Populis SBY kepada Jokowi

Doddy Rosadi Suara.Com
Senin, 18 Agustus 2014 | 10:20 WIB
RAPBN 2015 Bukan Jebakan Politik Populis SBY kepada Jokowi
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan presiden terpilih Joko Widodo. [Rumgapres/Abror]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah, menolak tudingan Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) Hasto Kristiyanto bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 yang diajukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Rapat Paripurna DPR-RI, Jumat (15/8/2014) lalu, menggambarkan jebakan politik populis.

Menurut Firmanzah, RAPBN 2015 masih bersifat teknokratik dan baseline karena muatan visi jangka menengah masih (bagian dari RPJMN III) menunggu Presiden terpilih.

“Dengan demikian, Presiden dan Pemerintahan Baru akan memiliki keleluasaan untuk menyesuaikan APBN 2015 baik anggaran maupun orientasi jangka pendek dan menengah,” kata Firmanzah, seperti dilansir dari laman Setkab.go.id, Senin (18/8/2014).

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, RAPBN 2015 yang diajukan oleh Presiden SBY disebutkan, total pendapatan negara Rp1.762,3 triliun yang terdiri dari penerimaan perpajakan Rp1.370,8 triliun, PNBP  Rp388 triliun dan penerimaan hibah Rp3,4 triliun.

Sementara itu, total belanja negara mencapai sebesar Rp2.019,9 triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat  Rp1.379,9 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp640 triliun.

Dengan demikian, defisit anggaran dalam RAPBN 2015 adalah Rp257,6 triliun atau 2,32 persen terhadap PDB, turun dari defisit APBNP 2014 sebesar 2,4 persen terhadap PDB.

Menanggapi hal itu, Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) melalui Hasto Kristiyanto mengatakan, Presiden SBY seharusnya lebih realistis dan berani mengungkapkan fakta terhadap besarnya persoalan perekonomian nasional tahun 2015 yang akan datang.
Masalah itu tidak hanya aspek fundamental berupa rendahnya rasio perpajakan yang besarnya hanya sekitar 12.3 %.  Besarnya subsisi BBM dan listrik sebesar Rp364 triliun, menurut Hasto,  menjadi persoalan yang sangat serius.

Firmanzah, mengingatkan. dalam Pidato Kenegaraan SBY telah menyampaikan kesediaan diri untuk membantu Presiden terpilih, bila dikehendaki.

Ia juga mengingatkan, bahwa komitmen untuk melakukan tradisi transisi kepemimpinan juga telah disampaikan di banyak kesempatan oleh Presiden SBY.

“Presiden SBY akan mengundang Presiden terpilih untuk melakukan komunikasi sebagai awal dilakukannya masa transisi. Termasuk di dalamnya akan disampaikan semua program pembangunan yang telah berhasil dilaksanakan, yang sedang dilakukan dan hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk perbaikan dalam lima tahun ke depan,” jelas Firmanzah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI