Suara.com - Pemerintah memperkirakan program Sistem Monitoring Pengendalian (SMP) BahanBakar Minyak (BBM) bersubsidi melalui perangkat teknologi Radio Frequency Identification (RFID) tak bakal berjalan efektif.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo mengatakan, sistem RFID sulit direalisasikan dengan kebijakan pemerintah, jika nantinya BBM bersubsidi disesuaikan dengan harga keekonomisan.
"Tujuan memakai RFID itu kan melakukan monitoring. Kalau BBM bersubsidi sudah tidak ada dan tak akan krusial dampaknya," ujar Susilo di Jakarta, Rabu (6/8/2014).
Susilo menuturkan, sampai hari ini program monotoring BBM bersubsidi kerap mengalami hambatan, baik itu persoalan teknis dan finansial seperti pemasangan di kendaraan. Akibatnya, implementasi program monitoring ini tak berjalan mulus sesuai yang diharapkan.
"Bayangkan 300 ribu kendaraan baru di Jakarta. Itu pun belum dimanfaatkan seluruhnya," ungkapnya.
Susilo menegaskan Kementerian ESDM mencatat, jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di seluruh Indonesia sebanyak 5.500 plus jumlah kendaraan baik sepeda motor dan mobil mencapai 100 juta unit.
Karena itu, sangat tidak mungkin pemasangan perangkat RFID bisa sukses dijalankan dengan banyaknya jumlah SPBU dan kendaraan di Indonesia.
"Masang RFID di 5.500 SPBU, kemudian bayangkan ada 90 juta sepeda motor, 10 juta mobil itu tidak mungkin sukses," pungkasnya.