Suara.com - Laju inflasi yang rendah dalam tujuh bulan di sepanjang tahun ini menjadi momentum yang paling tepat untuk menaikkan harga bahan bakar minyak. Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, laju inflasi Januari-Juli sebesar 2,94 persen. Sedangkan target inflasi pada tahun ini sebesar 4,5 persen.
Menurut dia, dengan rendahnya laju inflasi maka pemerintah mempunyai ruang untuk menaikkan harga BBM. Kenaikan harga BBM akan meringankan beban Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2014.
Inflasi maksimal berada di posisi 7 persen apabila pemerintah menaikkan harga BBM pada tahun ini juga. Kata dia, inflasi di angka 7 persen masih dalam batas wajar untuk perekonomian nasional.
“Dampak dari kenaikan harga BBM juga tidak akan terlalu besar kepada inflasi asalkan pemerintah menyiapkan langkah-langkah untuk konversi ke gas. Pemerintah juga harus memberitahu masyarakat bahwa kenaikan harga BBM dilakukan untuk memberikan rasa optimisme di kalangan dunia usaha,” kata Enny kepada suara.com melalui sambungan telepon, Senin (4/8/2014).
Enny menambahkan, kebijakan untuk menaikkan harga BBM akan memberikan dampak positif kepada dunia usaha. Karena, selama ini dunia usaha menilai dana subsidi BBM di APBN 2014 terlalu besar dan lebih tepat untuk dialihkan ke pembangunan infrastruktur.
Besarnya alokasi subsidi BBM yang dilakukan pemerintah mendapat sorotan dari dunia internasional. Bank Dunia juga mengingatkan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang bisa memperbaiki kualitas belanja di APBN 2014. Salah satunya adalah mengurangi subsidi BBM.
“Akan sulit membatasi defisit sehingga hanya 2,4 persen dari PDB, seperti yang diproyeksikan dalam APBN-P 2014, terutama jika harga minyak terus meningkat. Langkah-langkah yang dapat memperbaiki kualitas belanja, melalui pengurangan subsidi BBM dan mencegah penurunan lebih lanjut dalam pendapatan pajak dan non-pajak, akan dapat mengurangi tekanan defisit,” kata Ndiame Diop, Ekonom utama Bank Dunia untuk Indonesia.