Suara.com - Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla perlu menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi secara bertahap untuk mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke depan.
"Perlu dilakukan berbagai upaya agar struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lebih sehat, termasuk mengurangi subsidi BBM," kata ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Tony Prasetyantono.
Menurut dia, meski kenaikan harga atau pengurangan subsidi BBM tetap diprioritaskan, namun perlu dilakukan secara bertahap.
"Subsidi sulit dihilangkan sama sekali. Yang bisa dilakukan adalah secara bertahap dikurangi," kata dia.
Ia merekomendasikan kenaikan harga subsidi bahan bakar minyak (BBM) dilakukan dengan menaikkan harga dengan kisaran Rp1.000-Rp1.500 secara gradual. Kenaikan itu dapat terus dilakukan hingga tahun-tahun berikutnya.
"Dengan cara berangsur-angsur seperti itu, maka harga jual tetap mendekati harga keekonomian," kata dia.
Sementara itu, menurut dia, guna memperbaiki struktur APBN, selain mengurangi subsidi BBM, pemerintah baru juga harus berupaya keras menaikkan penerimaan pajak.
Ia meyakini, apabila problem penerimaan pajak dapat diperbaiki oleh pemerintahan baru mendatang, Indonesia dapat menambah penerimaan pajak hingga Rp100 triliun per tahun.
"Ini bisa memperbaiki struktur APBN yang dananya bahkan bisa dipakai untuk menambah belanja infrastruktur dan subsidi BBM," katanya. (Antara)