Suara.com - Kalangan pengusaha menilai krisis listrik yang melanda Indonesia sudah seperti penyakit kanker yang memasuki stadium 3 alias sudah kronis. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ade Sudrajat mengatakan, dalam lima tahun terakhir hampir tidak ada investasi baru yang masuk ke sektor energi listrik.
Padahal, kata dia, permintaan untuk listrik setiap tahun selalu naik rata-rata 10 persen. Akibatnya, pengusaha harus membayar listrik dengan lebih mahal untuk biaya operasional.
“Belum lama ini kan pemerintah baru saja menaikkan tarif listrik untuk industri sebesar 40 persen. Itu merupakan kenaikan yang sangat bombastis dan sudah pasti akan memberikan beban tambahan bagi kalangan industri. Tidak ada negara lain di dunia yang menaikkan tarif listrik hingga 40 persen,” ujar Ade kepada suara.com melalui sambungan telepon, Rabu (30/7/2014).
Ade menambahkan, green energy atau energi hijau yang saat ini tengah digadang-gadang oleh pemerintah sebenarnya memerlukan dana investasi yang besar. Kata dia, alternatif yang lebih murah adalah memanfaatkan energi air atau hydro power dan energi fosil seperti batu bara dan gas.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan, Indonesa terancam mengalami krisis listrik pada 2018. Krisis listrik bukan hanya di pulau Jawa saja tetapi di seluruh Indonesia. Mandeknya pembangunan mega proyek PLTU Batang, Jawa Tengah bisa memicu krisis listrik se-Indonesia.
Jarman mengatakan, ancaman krisis listrik karena PLN tidak mampu menyediakan tambahan listrik setiap tahunnya sebesar 5.000 MW karena keterbatasan dana.