Suara.com - Hanya dalam waktu empat bulan, maskapai penerbangan Malaysia Airlines mengalami dua musibah besar. Maret lalu, pesawat MH370 hilang tidak lama setelah lepas landas dari bandara internasional Kuala Lumpur. Kemarin, pesawat Malaysia Airlines MH17 ditembak jatuh di Ukraina dan kemungkinan besar menewaskan seluruh penumpangnya.
Ketika pesawat MH370 hilang, kondisi keuangan Malaysia Airlines sudah memasuki taraf yang sangat mengkhawatirkan. Kerugian yang dicatat perusahaan milik BUMN Malaysia itu terus meningkat dan menjadi yang terbesar dalam dua tahun terakhir.
Pertanyaannya sekarang adalah, mampukan Malaysia Airlines bangkit dari keterpurukan dan tetap bersaing di industri penerbangan di Malaysia? Editor bisnis Mirror.com Graham Hiscott mengatakan, masa depan Malaysia Airlines semakin tidak menentu pascamusibah yang dialami MH17.
“Maskapai Pan Am tidak pernah bisa bangkit setelah teroris mengebom penerbangan 103 di atas Lockerbie, Skotlandia yang menewaska 270 orang. Perusahaan Amerika itu kemudian bangkrut tiga tahun setelah peristiwa itu,” kata Hiscott.
Industri penerbangan internasional kembali dilanda musibah pada 2001 ketika kelompok teroris meledakkan dua pesawat di udara. Sejumlah maskapai penerbangan dunia gagal untuk melakukan proses pemulihan. Bahkan, ada yang perlu waktu tiga tahun untuk bisa bangkit dari kehilangan pemasukan sebedsar 13 miliar poundsterling.
Saat krisis finansial mengguncang dunia pada 2008, maskapai penerbangan kembali terkena imbasnya di mana pemasukan anjlok 14 persen. Musibah yang melanda Malaysia Airlines MH17 hampir pasti akan memperburuk kondisi keuangan maskapai tersebut.
Beberapa waktu lalu, Malaysia Airlines mengungkapkan, hilangnya MH370 telah mempengaruhi pendapatan mereka pada triwulan pertama. Pembatalan pemesanan tiket telah membuat MAS rugi 137 juta dolar Amerika. Untuk lima triwulan beruntun, laporan keuangan MAS merugi.
Kerugian yang dialami pada triwulan pertama tahun ini merupakan yang terburuk sejak 2011. Sebelum MH370 hilang Malaysia Airlines juga sudah merugi 1,3 miliar dolar Amerika. (Mirror/AFP)