Pelajar dan IRT Paling Banyak Beli Produk Palsu

Ardi Mandiri Suara.Com
Rabu, 16 Juli 2014 | 23:30 WIB
 Pelajar dan IRT Paling Banyak Beli Produk Palsu
Ilustrasi uang palsu. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masyarakat Indonesia Anti-Pemalsuan (MIAP) mengungkapkan bahwa pelajar dan ibu rumah tangga (IRT) sebagai pembeli terbanyak produk palsu.

Data tersebut didapat MIAP berdasarkan penelitian yang dilakukan pihaknya. "Pelajar adalah pembeli terbanyak produk palsu perangkat lunak (software dan tinta printer. Sedangkan IRT pembeli terbanyak produk palsu pakaian dan barang dari kulit," kata Ketua MIAP Widyaretna Buenastuti dalam presentasi hasil survei di Jakarta, Rabu (16/7/2014).

"Tinta printer mencapai 49,4 persen, diikuti dengan produk-produk lainnya, yakni pakaian palsu 38,90 persen, barang dari kulit 37,20 persen dan perangkat lunak (software) 33,50 persen. Sisanya, kosmetika palsu 12,60 persen, makanan dan minuman palsu 8,50 persen dan produk farmasi palsu 3,80 persen," ungkap Widyaretna.

Menurutnya, latar belakang konsumen membeli produk palsu disebabkan harga yang murah dan memiliki kualitas hampir sama dengan produk asli.

Negara Rugi
Lebih lanjut dia memaparkan potensi kerugian akibat pemalsuan barang di Indonesia bertambah menjadi sekitar Rp65,1 triliun hingga akhir 2014 dari sebelumnya sebesar Rp43,2 triliun.

"Diperkirakan potensi kerugian akibat pemalsuan barang di Indonesia bertambah menjadi sekitar Rp65,1 triliun hingga akhir 2014 dari sebelumnya sebesar Rp43,2 triliun. Dalam satu tahun Produk Domestik Bruto (PDB) berkurang sekitar Rp65 triliun," katanya.

Akibatnya, lanjut dia, pekerja kehilangan upah dan gaji sekitar Rp3 triliun dan pemerintah kehilangan pendapatan dari pajak tidak langsung sekitar Rp424 miliar.

Untuk itu, dia mengimbau kepada penjual dan distributor untuk selalu mengutamakan keaslian barang yang ditawarkan. Termasuk implementasi kerangka hukum yang lebih tegas untuk menjerat para pelaku bisnis yang tidak bertanggung jawab terkait peredaran produk-produk palsu.

"Melalui hasil survei ini, kami berharap dapat terjalin sinergi yang lebih konkret antara para pemangku kepentingan perlindungan konsumen, baik dari pemerintah, distributor, penjual dan pembeli. Jangan hanya menunggu satu pihak tapi semua berkoordinasi," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI