Suara.com - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membuka pintu bagi PT Newmont Nusa Tenggara untuk melakukan renegosiasi kontrak karya. Juru bicara Kementerian ESDM Saleh Abdurrahman mengatakan, pemerintah lebih memilih proses negosiasi dibandingkan menghadapi gugatan PT Newmont di Arbitrase Internasional.
Kata dia, proses arbitrase akan memakan waktu yang lama sedangkan negosiasi jauh lebih singkat. Menurut Saleh, apabila Newmont bersikeras untuk melanjutkan gugatannya di Arbitrase Internasional maka pemerintah siap untuk menghadapi gugatan tersebut.
“Kita sebenarnya ingin yang terbaik untuk kedua belah pihak. Newmont itu kan mitra kita kerja juga jadi kalau bisa tidak perlu ke arbitrase karena akan merepotkan kedua belah pihak. Tadi pagi, PT Freeport Indonesia sudah sepakat untuk melakukan renegosiasi enam item dalam kontrak karya. Kalau Freeport saja bersedia seharusnya Newmont jua mau untuk melakukan negosiasi,” kata Saleh kepada suara.com melalui sambungan telepon, Senin (7/7/2014).
Saleh menambahkan, pemerintah sebenarnya tengah membahas peraturan baru yang memungkinan perusahaan tambang untuk mengekspor konsentrat meski belum punya smelter atau pabrik pengolahan.
Proses pembuatan peraturan tersebut tengah digodok di Kementerian Keuangan sehingga biaya keluar untuk ekspor konsentrat bisa turun dari ketentuan saat ini yaitu 25 persen. Saleh menilai, langkah PT Newmont Nusa Tenggara melaporkan pemerintah Indonesia ke Arbitrase Internasional karena tidak bisa mengekspor konsentrat sebagai langkah yang terburu-buru.
Newmont menggugat Indonesia ke International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) terkait dengan kebijakan pelarangan ekspor konsentrat mineral. Perusahaan itu menuntut adanya putusan sela yang mengizinkannya mengekspor konsentrat tembaga. Larangan perusahaan tambang mengekspor konsentrat mineral tercantum dalam UU Mineral dan Batu Bara.