Suara.com - Bank Indonesia menilai belum dalamnya pasar keuangan di Tanah Air ditambah kombinasi problem ekonomi eksternal dan domestik menjadi faktor pemicu tertekannya nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir.
"Memang pasar keuangan Indonesia belum dalam karena volumenya kecil," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara saat ditemui di Kompleks Perkantoran BI, Jakarta, Jumat (27/6/2014).
Rupiah tertekan hingga mencapai level Rp12.000 per dolar Amerika.
Mirza menuturkan, sejauh ini suplai valuta asing yang relatif sedikit jumlahnya tidak mampu mengimbangi permintaan yang lebih besar di pasar keuangan.
"Spot untuk valas, kalau sedang bagus bisa mencapai 2 miliar dolar Amerika per hari. Tetapi kalau sedang tertekan, biasanya berkisar 800 juta dolar Amerika sampai 1 miliar dolar Amerika per harinya," ujar Mirza.
Menurut Mirza, secara umum volatilitas rupiah saat ini masih dalam taraf normal.
"Memang kurs agak sedikit di atas level yang Bank Indonesia anggap nyaman di level Rp11.600-Rp11.800 per dolar Amerika di APBN-P 2014," kata Mirza.
Ia menambahkan, sumber pelemahan rupiah juga disebabkan situasi geopolitik di Irak yang telah mempengaruhi sentimen terhadap dolar Amerika.
"Faktor lain yang lebih besar itu adalah fundamental ekonomi kita. Neraca perdagangan defisit (1,96 miliar dolar Amerika). Tetapi Mei diestimasi surplus walaupun tidak besar," ujar Mirza.
Mirza juga melihat tekanan terhadap rupiah yang bersumber dari situasi politik dalam negeri masih bersifat temporer. Saat ini salah satu fokus utama BI dalam menjaga stabilitas rupiah adalah berupaya meyakinkan investor bahwa pemilihan presiden akan berjalan aman seperti pada tiga periode sebelumnya.