Suara.com - Rapat Paripurna DPR RI dalam rangka pembicaraan tingkat dua, telah memutuskan untuk mengesahkan Undang-Undang (UU) APBN-Perubahan 2014 beserta nota perubahannya di Jakarta, Rabu malam (18/6/2014).
"Kami menerima RUU tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2013 tentang APBN tahun anggaran 2014," kata Wakil Ketua DPR RI, Sohibul Iman saat memimpin Rapat Paripurna DPR RI.
Rapat tersebut dimulai dari pembacaan laporan Badan Anggaran DPR RI mengenai pembahasan RAPBN-Perubahan yang diajukan oleh pemerintah karena adanya perubahan asumsi makro yang berpengaruh pada postur APBN.
Ketua Badan Anggaran Ahmadi Noor Supit menjelaskan realisasi maupun proyeksi indikator ekonomi makro yang diperkirakan bergeser dari yang direncanakan dalam APBN 2014 antara lain pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, serta lifting minyak.
"Indikator ekonomi makro yang bergeser adalah pertumbuhan ekonomi yang triwulan I mencapai 5,21 persen, nilai tukar rupiah mencapai Rp11.842 per dolar AS dan lifting minyak bumi rata-rata sebesar 797 ribu barel per hari," katanya.
Ahmadi mengatakan kemudian dilakukan pembahasan RAPBN-Perubahan, sejak 21 Mei 2014, yang diupayakan secara intensif dan komprehensif, karena postur ini akan dimanfaatkan untuk pemerintahan baru sejak Oktober mendatang.
"APBN-Perubahan tahun anggaran 2014 tidak hanya dilaksanakan oleh pemerintahan saat ini melainkan juga oleh pemerintahan berikutnya. Sehingga diupayakan untuk tidak memberikan beban anggaran kepada pemerintahan yang akan datang," katanya.
Selain itu, APBN-Perubahan juga akan menjadi baseline dalam penyusunan APBN tahun anggaran 2015, yang segera dimulai penyampaian kerangka ekonomi makro serta pokok kebijakan fiskal di Badan Anggaran pada Senin (23/6).
Asumsi dasar yang disepakati antara lain pertumbuhan ekonomi 5,5 persen, inflasi 5,3 persen, nilai tukar rupiah Rp11.600 per dolar AS, tingkat bunga SPN 3 bulan 6,0 persen, harga minyak mentah Indonesia 105 dolar AS per barel, lifting minyak bumi 818 ribu barel per hari, dan lifting gas 1.224 ribu barel setara minyak per hari.
Berdasarkan besaran asumsi dasar tersebut maka postur APBN-Perubahan antara lain pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp1.635,4 triliun dan belanja negara sebanyak Rp1.876,9 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran mencapai Rp241,5 triliun atau 2,4 persen terhadap PDB.
Sumber pembiayaan untuk menutup defisit anggaran tersebut bersumber antara lain berasal dari pembiayaan utang yang ditetapkan sebesar Rp253,7 triliun dan pembiayaan nonutang sebesar negatif Rp12,2 triliun.
Sementara, dari sektor pendapatan negara yang ditetapkan Rp1.635,4 triliun, sebagian besar berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.246,1 triliun. Sedangkan penerimaan negara bukan pajak hanya Rp386,9 triliun.
Dari belanja negara sebesar Rp1.876,9 triliun, belanja pemerintah pusat ditetapkan Rp1.280,4 triliun, terdiri atas belanja Kementerian Lembaga Rp602,3 triliun serta belanja non Kementerian Lembaga Rp678,1 triliun. Sedangkan, transfer ke daerah mencapai Rp596,5 triliun.
Untuk program pengendalian subsidi telah ditetapkan sebesar Rp403 triliun, yang terdiri atas subsidi energi Rp350,3 triliun yaitu subsidi BBM Rp246,5 triliun dan subsidi listrik Rp103,8 triliun, serta subsidi non energi Rp52,7 triliun.
"Badan Anggaran meminta agar pemerintah berupaya menjaga volume BBM bersubsidi 46 juta kiloliter melalui penerapan pola pembatasan menggunakan teknologi informasi, mencegah penyelundupan dan menjalankan porgram diversifikasi energi," kata Ahmadi.
Postur APBN-Perubahan juga mengakomodasi pemangkasan belanja Kementerian Lembaga hanya sebanyak Rp43 triliun, yang diutamakan pemotongan pada belanja barang dan belanja perjalanan dinas, serta meminimumkan pemotongan belanja bansos dan belanja modal. (Antara)