Suara.com - Keputusan pemerintah menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah murah bukan solusi untuk mengatasi kekurangan rumah (backlog) di Indonesia.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan, penghapusan PPN tetap akan membuat harga rumah mahal. Karena, permasalahan yang dihadapi pengembang untuk membangun rumah murah sebenarnya harga tanah yang semakin mahal.
“Dampaknya pasti ada (penghapusan PPN-red) tetapi tidak akan besar. Karena, ketika PPN dihapus, harga tanah naik pesat sehingga berpengaruh terhadap harga jual. Kita ambil contoh, harga rumah murah di Jabodetabek itu Rp105 juta. Tetapi, dengan harga tanah yang mahal, maka pengembang baru bisa menjual di harga Rp120 juta. Akibatnya, pengembang mengambil cara yaitu menetapkan harga jual Rp105 juta dan tambahan Rp15 juta untuk biaya peningkatan mutu,” kata Ali saat dihubungi melalui sambungan telepon kepada suara.com, Kamis (12/6/2014).
Kata dia, dengan semakin mahalnya harga tanah, maka penghapusan PPN untuk rumah murah tidak akan terlalu signifikan dampaknya bagi masyarakat kelas bawah. Selain itu, pengembang juga belum tentu tertarik untuk membangun lebih banyak rumah murah.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akhirnya menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah murah atau rumah tapak bersubsidi di sembilan zona wilayah Indonesia.
Harga rumah yang bebas dari PPN berkisar dari Rp 105 juta-Rp 165 juta per unit. Batasan harga rumah yang dibebaskan dari PPN, contohnya di Papua dengan harga rumah maksimal Rp 165 juta per unit, sedangkan di Jawa dan Sumatera sebesar Rp 105 juta per unit, serta Rp 120 juta per unit untuk di Jabodetabek.