Suara.com - Indonesia Petroleum Association meminta kepada pemerintah mempermudah perizinan eksplorasi untuk menghindari impor.
"Yang mudah saja, mengenai masalah perpajakan PBB untuk eksplorasi, pembebasan lahan, segala macam hendaknya ditinjau kembali," kata Presiden IPA Lukman Mahfoedz.
Lukman juga meminta pemerintah bisa memberikan insentif fiskal yang menarik bagi industri migas.
Ia menyebutkan permasalahan ekslporasi di deep water mencapai 75 persen, sementara 25 persen di on shore.
"Jadi, apa akibatnya, semakin sulit dan perlu pendanaan lebih besar, teknologi tinggi. Yang penting juga bahwa sekitar 30 persen kontrak akan selesai selama 10 tahun," katanya.
Selain itu, Lukman mengimbau perlu ada regulasi yang pasti terkait perpanjangan kontrak antara pengelola blok migas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan perusahaan minyak internasional (IOC).
"Yang benar adalah fungsi Pertamina bagaimana kedudukannya, IOC bagaimana," katanya.
Ia berharap terkait kemudahan eksplorasi dan regulasi tersebut bisa segera dikeluarkan lebih cepat.
"Kita harapkan ketiga komponen itu bekerja bersama-sama bersinergi, Pak Menteri (Jero Wacik) bilang sedang 'digodok', mudah-mudahan akan bisa lebih cepat," katanya.
Pasalnya, Lukman memperkirakan Indonesia akan menjadi negara terbesar pengimpor minyak di Asia Pasifik pada 2015 jika tidak ada eksplorasi baru.
Ia mengatakan Indonesia akan sulit mendapatkan minyak dalam 10-15 tahun mendatang ditambah dengan pengeboran masih minim yakni sekitar 10-15 persen saja. (Antara)