Suara.com - Wakil ketua Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah, Dibya K Hidayat mengatakan harga tanah naik 10-20 persen setiap tahun. Akibatnya harga properti juga mengalami kenaikan harga.
"Ketersediaan lahan untuk perumahan di Kota Semarang dari tahun ke tahun semakin sempit akibatnya harga properti terus mengalami lonjakan harga dari tahun ke tahun," jelasnya di Semarang, Jumat (16/5/2014).
Kata dia, di beberapa daerah kenaikan harga ini mencapai dua kali lipat akibatnya pada triwulan I ini penjualan rumah mengalami penurunan yang cukup signifikan.
"Pengembang perumahan saat ini semakin sulit untuk mencari lahan untuk membangun perumahan apalagi pemerintah Kota Semarang juga mengatur luas lahan minimal untuk rumah di kawasan tertentu melalui perda rencana tata ruang dan wilayah (RTRW)," paparnya.
Menurut dia, saat ini pengembang tidak bisa seenaknya membangun karena harus sesuai RTRW, misalnya di kawasan Mijen, luas tanah minimal 120 meter persegi untuk menjaga ruang terbuka hijaunya.
Dibya mengatakan selain harga jual properti yang mengalami kenaikan, terbatasnya lahan ini membuat jumlah rumah yang dibangun para pengembang juga mengalami penurunan.
Sementara itu mengenai kebijakan Loan to Value (LTV) dan KPR inden juga membuat penjualan rumah mengalami penurunan, kata dia, para pengembang dituntut untuk lebih berhati-hati dalam menjaga cashflow perusahaan.
"Efek dari kebijakan pembatasan uang muka perumahan dan larangan rumah inden ini ternyata cukup besar, sekarang ini masyarakat harus berpikir berkali-kali untuk membeli rumah," jelasnya.
Sebelumnya Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan tentang batasan besaran pinjaman atau Loan To Value (LTV) sektor properti untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tipe tertentu.
Kebijakan LTV tersebut mengatur besarnya jumlah kredit yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit yaitu ditetapkan maksimal 70 persen. (Antara)