Suara.com - Keputusan Kementerian Perumahan Rakyat menghapus subsidi rumah tapak akan membuat masyarakat semakin sulit untuk mempunyai rumah. Subsidi yang tadinya diberikan untuk pembangunan rumah tapak akan dialihkan untuk pembangunan rumah vertikal.
Ketua DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengatakan, harga rumah vertikal seperti rumah susun dua kali lebih mahal dibandingkan rumah tapak. Kebijakan tersebut tidak hanya akan merugikan masyarakat tetapi juga pengembang.
“Kalau masyarakat mampunya membeli rumah tapak tentu akan sulit untuk menjual rumah vertikal. Apabila peminat rumah vertikal subsidi sedikit, tentu pengembang juga akan dirugikan. Rumah itu kan menjadi hak asasi manusia, karena itu pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah seharusnya memberikan kemudahan bagi warganya untuk bisa mempunyai rumah,” kata Eddy melalui sambungan telepon kepada suara.com, Kamis (15/4/2014).
Eddy menambahkan, masyarakat yang berpenghasilan rendah masih tetap memerlukan subsisi untuk bisa membeli rumah tapak. Kata dia, masyarakat berpenghasilan rendah hanya punya kemampuan untuk membeli rumah tapak sehingga tidak bisa dipaksakan untuk membeli rumah vertikal.
“Saat ni harga rumah tapak itu sekitar Rp100 juta sedangkan rumah vertikal yang disubsidi itu sekitar Rp240 juta. Selisih harganya sangat jauh. Warga akan semakin sulit untuk membeli rumah kecuali pemerintah menyubsidi selisihnya itu,” jelas Eddy.