Suara.com - Melonjaknya indeks saham di Amerika dan Eropa membuat indeks regional di Asia masih tetap bertahan di zona hijau. Lonjakan paling besar terjadi di Jepang dan India. Di dua negara itu, indeks saham melesat 1,8 persen dan 1,6 persen.
Data perekonomian Cina terbaru yang dirilis hari ini mengungkapkan, investasi aset tetap terutama di sektor proyek infrastruktur naik pada tingkat paling lambat dalam 12 tahun terakhir. Perekonomian Cina yang melambat membuat pemerintah negara itu akan mulai beralih fokus dari invetasi ke belanja konsumen.
Melambatnya investasi di Cina membuat pelaku pasar melakukan aksi beli sehingga indeks terangkat.
“Sulit bagi Cina untuk membuat kejutan di pasar dengan cara yang positif. Mereka perlu perubahan paradigm. Sementara itu, Amerika Serikat tetap akan menjadi acuan untuk kepercayaan dan pertumbuhan global dan sepertinya Amerika sudah mulai membaik,” kata Mikio Kumada, analis dari LGT Capital Partners.
Indeks Topix di Jepang melompat 1,8 persen dan indeks S&P/ASX 200 di Australia serta indeks Kospi di Kora Selatan naik 0,9 persen. Lompatan besar juga dialami indeks NZX 50 di Selandia Baru sebanyak 0,7 persen dan indeks Taiex di Taiwan hanya naik tipis 0,1 persen.
Di India, indeks saham mencatat rekor dengan lonjakan 1,6 persen setelah exit polls memperlihatkan aliansi oposisi kemungkinan menguasai kursi di parlemen.
Di Jakarta, Indeks Harga Saham Gabungan naik tipis 8,39 poin ke level 4.921. Transaksi perdagangan saham di pasar reguler BEI sebanyak 236.455 kali dengan volume mencapai 3,25 miliar lembar saham senilai Rp4,62 triliun. Efek yang mengalami kenaikan sebanyak 187 saham, yang melemah 133 saham, dan yang tidak bergerak 100 saham. (RTI/Bloomberg)