Suara.com - Program pembuatan dan pengelolaan kapal Inka Mina pada 2010-2013 dinilai telah merugikan keuangan negara. Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim mengatakan, nelayan yang menerima kapal Inka Mina merugi dan terbebani secara moral karena kapal itu tidak bisa dioperasikan.
Kata dia, program kapal Inka Mina juga gagal menyejahterakan masyarakat perikanan tradisional. Karena itu, Kiara meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BOK) untuk melakukan audit terhadap proyek dengan anggaran Rp1,5 triliun itu.
“Pusat Data dan Informasi KIARA pada Mei 2014 menemukan fakta beberapa Inka Mina yang tersebar sedikitnya di 11 kabupaten/kota mangkrak karena tidak bisa dioperasikan dan membebani nelayan penerima. Dari laporan yang kami terima, nelayan juga tidak pernah dilibatkan dan juga tidak diberi pelatihan dalam menggunakan kapal tersebut. Selain itu, kondisi kapal juga terlihat dibuat asal-asalan dan spesifikasinya tidak sesuai dengan kebutuhan nelayan,” kata Abdul Halim ketika dihubungi suara.com melalui sambungan telepon, Selasa (5/5/2014).
Abdul menambahkan, kapal Inka Mina yang mangkrak di 11 kabupaten/kota antara lain terjadi di Kota Tarakan (Kalimantan Utara), Kabupaten Lombok Tengah (Nusa Tenggara Barat), Kabupaten Indramayu (Jawa Barat), Kota Medan (Sumatera Utara) dan Kepulauan Riau.
Menurut dia, kapal Inka Mina yang diterima 11 kabupaten/kota itu hanya dipergunakan untuk memancing. Nelayan tidak pernah mendapatkan hasil apa pun ketika menggunakan kapal Inka Mina.
Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta BPK RI untuk melakukan audit khusus atau audit kinerja terhadap proyek pengadaan bantuan 1000 kapal Inka Mina Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2010-2013. Mereka juga menuding progam Kapal Inka Mina KKP lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.