Suara.com - Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak pernah bertanya tentang manfaat dari kebijakan yang diambilnya sebagai Ketua KSSK ketika menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Menurut dia, keputusan tersebut diambil karena sudah ada indikator Indonesia akan mengalami krisis keuangan seperti yang terjadi pada 1998. Antara lain, nilai tukar rupiah turun dari Rp9.000 per dolar Amerika menjadi Rp12.000 per dolar Amerika. Selain itu, indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta anjlok dari level 2.000 ke level 1.100.
Selain itu, para pemegang Surat Utang Negara mulai menjual obligasinya dan membuat suku bunga naik dari 10 persen menjadi 20 persen.
“Setiap kenaikan 1 persen dari suku bunga SUN maka pemerintah harus mengeluarkan dana tambahan 1 triliun jadi totalnya 10 triliun. Penurunan IHSG ke level 1.100 membuat dana yang hilang mencapai Rp1.000 triliun, serta anjloknya rupiah membuat masyarakat kehilangan daya beli karena inflasi yang tinggi. Kebijakan yang saya ambil itu berarti telah membuat negara tak harus mengeluarkan Rp10 triliun untuk bunga SUN, dan modal asing bisa kembali lagi sekitar Rp1.000 triliun serta modal asing bisa kembali lagi ke Indonesia sehingga tercipta lapangan pekerjaan,” kata Sri Mulyani, saat menjadi saksi dalam kasus korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik di Pengadilan Tipikor, Jumat (2/5/2014).
Sri Mulyani menambahkan, keputusan untuk menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik bukan berdasarkan aset bank itu yang hanya sekira Rp11 triliun. Tetapi, karena adanya kekhawatiran di kalangan masyarakat ketika melihat nasabah Bank Century di Medan dan Surabaya tidak bisa mengambil dananya di bank itu.
“Ini persis seperti yang terjadi pada 1998. Masyarakat pasti akan berpikir apakah dananya yang disimpan di bank juga aman. Kalau mereka merasa tidak aman, maka otomatis akan terjadi penarikan dana secara besar-besaran seperti kasus yang terjadi pada 1998,” tambah Sri Mulyani.
Sri Mulyani menilai, krisis yang mengancam Indonesia jauh lebih besar dari yang dia bayangkan. Karena, ada 23 bank yang kesulitan likuiditas, termasuk Bank Century. Namun, dalam rapat KSSK pada November 2008, yang jadi pembahasan hanya nasib Bank Century.
Menurut dia, keputusan untuk menetapkan Bank Century sebagai bank berdampak sistemik didasarkan kepada jumlah dana nasabah yang dijamin pemerintah dan yang tidak dijamin serta hubungan transaksi interbank.
Pada rapat 21 November 2008, KSSK menetapkan Bank Century sebagai bank gagal dengan dampak sistemik. Pemerintah kemudian memberikan dana talangan sebesar Rp6,7 triliun untuk menyelamatkan Bank Century.