Cegah Korupsi, KPK Awasi Pengelolaan Minerba di 12 Provinsi

Doddy Rosadi Suara.Com
Selasa, 29 April 2014 | 18:21 WIB
Cegah Korupsi, KPK Awasi Pengelolaan Minerba di 12 Provinsi
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi di Jalan Rasuna Said, Jakarta [suara.com/Adrian Mahakam]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sumber daya alam Indonesia melimpah, namun masih banyak terjadi ironi akibat buruknya tata kelola. Hasil kajian KPK di sektor ini, ada sedikitnya 10 persoalan terkait pengelolaan pertambangan yang diamanatkan UU, namun belum selesai hingga saat ini.

Antara lain renegosiasi kontrak (34 KK dan78 PKP2B), peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian hasil tambang mineral dan batubara, penataan Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan serta peningkatan kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation).

Lima persoalan lainnya, yakni pelaksanaan kewajiban pelaporan secara reguler, pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pascatambang, penerbitan aturan pelaksana UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan  Mineral dan Batubara, pengembangan sistem data dan informasi, pelaksanaan pengawasan, dan pengoptimalan penerimaan negara.

Dalam siaran pers yang diterima suara.com, Selasa (29/4/2014), KPK melakukan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi dengan melakukan kegiatan koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di 12 provinsi. Ini dimaksudkan untuk mengawal perbaikan sistem dan kebijakan pengelolaan PNBP mineral dan batubara.

Ditjen Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mencatat, sejak 2005-2013, piutang negara tercatat sebesar 1.308 miliar rupiah, terdiri dari iuran tetap 31 miliar rupiah atau 2,3 persen dan royalti sebesar 1.277 miliar atau 97,6 persen.

Sedangkan jumlah piutang pada 12 provinsi yang dilakukan korsup sebesar 905 miliar rupiah atau 69 persen dari total piutang. Terdiri dari iuran tetap sebesar 23 miliar rupiah dan royalti sebesar 882 miliar rupiah. Piutang ini berasal dari 1.659 perusahaan dari total 7.501 IUP yang ada di 12 provinsi.

Dari rekapitulasi data per April 2014 Ditjen Minerba, terdapat 10.922 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di seluruh Indonesia. Sebanyak 6.042 telah berstatus clean & clear (CNC) dan 4.880 sisanya berstatus non CNC. Tak hanya soal status CNC, persoalan lain adalah masih banyaknya perusahaan pemegang IUP yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Data Ditjen Pajak Maret 2014, ada 7.754 perusahaan pemegang IUP, 3.202 di antaranya belum teridentifikasi NPWP-nya.

Sementara itu, di Sumatra Selatan terdapat 359 IUP, sebanyak 83 di antaranya atau 23 persen berstatus non CNC. Kabupaten Musi Banyuasin, merupakan daerah dengan IUP non CNC terbanyak, yakni 29 IUP. Saat ini, masih ada 31 perusahaan yang belum memiliki NPWP, yang tersebar di Muara Enim, Empat Lawang, Lahat, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Banyuasin, Ogan Komering Ilir dan Ogan Komering Selatan.

Dampaknya, di provinsi ini juga ditemukan permasalahan kurang bayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari iuran tetap sebanyak 9 miliar rupiah dan royalti lebih dari 15 juta dolar Amerika.

Dari total IUP yang ada, hanya 29 IUP yang mencantumkan data jaminan reklamasi dan empat IUP menyantumkan data jaminan pascatambang. Ada tujuh daerah yang tidak menyantumkan data jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang sekaligus, yakni Ogan Komering Ilir, Musi Rawas, Banyuasin, Oku Timur, Oku Selatan, Ogan Ilir, dan Empat Lawang.

Karena itu, sebagai bukti komitmen KPK dalam melakukan pencegahan korupsi dan penyelamatan keuangan negara, KPK telah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah.

Ini dilakukan atas dasar bahwa pengelolaan sumber daya alam termasuk sumber daya mineral harus dilakukan sesuai dengan amanat UUD 1945, khususnya pasal 33, serta UU No. 4  Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Intinya, pengelolaan sumberdaya mineral untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

UU ini juga mengamanatkan kewajiban untuk melakukan penciptaan nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional. Penciptaan nilai tambah dilakukan sejak dari kegiatan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI